![]() |
Reinwadt di kawah Mahawu. |
Bagaimana Tomohon di
tahun 1821?
Prof.Dr.Caspar Georg
Carl Reinwardt, Direktur Pertanian, Seni dan Pendidikan Hindia-Belanda, pendiri
dan pemimpin pertama Kebun Raya Bogor menggambarkannya meski tidak mendetil.
Sore hari Rabu tanggal
17 Oktober 1821, Reinwardt dan rombongannya, antara lain pelukis Adrianus
Johannes Bik dan adiknya Jannus Theodorus Bik, tiba dari Kakaskasen.
Jalan yang dilewatinya melewati bukit, karena disebutnya naik dan turun lagi, dan kebanyakan ia melalui lahan pertanian atau tanah terlantar.
Jalan yang dilewatinya melewati bukit, karena disebutnya naik dan turun lagi, dan kebanyakan ia melalui lahan pertanian atau tanah terlantar.
Tomohon dengan
beberapa negeri lainnya berada di bawah Distrik Opziener Constans. Sang
Opziener memberi Reinwardt dan rombongannya tempat bermalam di rumahnya, sebuah
rumah berukuran besar milik Gubernemen (Gouvernement,
pemerintah Hindia-Belanda).
Untuk menyambut tamu
agung dari Batavia ini, Opziener Constans menyelenggarakan resepsi, seperti
biasa dialami Reinwardt di tempat lain. Resepsi tersebut dihadiri oleh sejumlah besar Hukum
atau Kepala, baik dari balak (disebutnya distrik) mau pun negeri.
Negeri Tomohon,
menurutnya cukup besar, dihuni lebih dari 360 rumah tangga. Sebanyak lima sampai delapan
rumah tangga tinggal dalam satu rumah.
Reinwardt kagum
karena umumnya tanah di sekitar Tomohon sangat subur. Tanaman jagung tegak
lebih tinggi dan lebih berat di beberapa tempat daripada di Eropa, terutama pertumbuhannya
yang sangat subur.
Tanaman kopi telah
mulai dibudidayakan pula, bahkan sejak tahun 1819. Ia memuji Opziener Constans,
karena selama lebih 1,5 tahun, sang pengawas tersebut telah berhasil menanam
22.000 pohon kopi, setelah ia menerima perintah pembudidayaannya (koffijcultuur).
Asisten Residen Manado J.F.Roos (menurutnya sebagai Residen) menerapkan kebijakan tanam paksa kopi kepada penduduk, setelah sukses melakukan hal sama ketika menjadi Residen di Banyuwangi.
Asisten Residen Manado J.F.Roos (menurutnya sebagai Residen) menerapkan kebijakan tanam paksa kopi kepada penduduk, setelah sukses melakukan hal sama ketika menjadi Residen di Banyuwangi.
‘’Semua yang saya
lihat berdiri dalam keindahan luar biasa di tanah hitam subur, meski pohonnya
tanpa ditanam siapa pun,’’ pujinya.
Selain kebun kopi
ini, Reinwardt berjalan-jalan malam itu juga ke negeri kecil di dekatnya.
Tapi, ia merasa aneh,
bahwa seseorang hampir tidak pernah melihat wanita di sini. ‘’Sudah menjadi
kebiasaannya untuk pergi begitu orang Eropa muncul,’’ komentarnya.
TURUN DI KAWAH
Untuk tujuan riset ilmu tumbuh-tumbuhan dan mengumpulkan koleksi khas, Reinwardt melakukan
pendakian Gunung Mahawu yang dicatatnya bernama Gunung Rumengan. Sebelumnya
ketika berada di Kakaskasen, ia telah mendaki Gunung Lokon dan kawahnya.
Pendakian gunung api
di timur laut Tomohon ini dilakukannya Kamis pagi tanggal 18. Ia diantar putra
Opziener Constans.
Untuk pendakian
tersebut, sebelumnya jalan ke puncak gunung telah dirapikan, dibuat rute dengan
bagian tengah kayu yang dilintang, dan sebagian malah dilengkapi dengan tangga.
Menurutnya, kendati
jalannya melalui lembah-lembah yang dalam dan curam, gunung tersebut masih
lebih mudah didaki daripada Lokon. Di rute pertama, tanahnya masih subur,
kemudian hutan, tapi di dekat puncaknya (meski menurutnya gunung ini sebenarnya
tidak memiliki puncak) hanya ada glagah tinggi atau pohon rendah.
Kawasan di sekitar
Mahawu kehilangan semua kayu besar, dan hanya ditutupi tanaman muda atau
glagah. ‘’Semua sebagai akibat dari letusan terakhir yang terjadi selama
sekitar tiga puluh dua tahun, dan menurut perkataan orang tua yang masih
mengingatnya, sangat hebat.’’
Selain mencatat rinci
tumbuh-tumbuhan yang ada di lokasi ini, Reinwardt memberanikan diri turun ke
lubang kawah yang dalam, melalui celah di sisi timur laut yang agaknya telah
dibuat untuknya. Ia berhasil turun setelah menggunakan ‘bangku’ berupa segitiga
bambu yang diikat dengan rotan yang sangat panjang dan tebal yang dipegang oleh
banyak orang.
Ia berada di kawah
bersama putra Opziener dan beberapa orang lainnya yang diturunkan dengan cara
sama.
Baru ketika ia berada
di Tondano, ia mengetahui kalau gunung tersebut bernama Mahawu, sementara yang
disebut Rumengan berada di utaranya, dan yang lain lagi Tetemboan (Masarang) di
selatannya. Menurutnya, penduduk di bagian Tomohon, dan Kakaskasen justru menyebutnya
Rumengan.
RUMAH CONSTANS
Dimana posisi negeri
Tomohon serta rumah Opziener Constans di tahun 1821?
Cerita-cerita rakyat memastikan saat itu penduduk Tomohon masih terkonsentrasi di negeri tuanya (Nimawanua) yang sekarang berada di Kelurahan Kolongan Satu. Dari legendanya, Talete telah berada di bukit Limondok, bahkan di posisinya yang tidak berjauhan, mendekati pusat kota sekarang. Begitu pun Kamasi sudah sejak awal di lokasi saat ini, meski belum mendekati ruas jalan protokol. Termasuk Matani telah berdiri di lokasi Matani Tiga sekarang, setelah para pionirnya pindah dari Nimawanua di akhir abad ke-18.
Negeri-negeri lain distriknya
baru berdiri di tahun 1830 (Pangolombian), Paslaten tahun 1840. Kolongan
sendiri baru pindah ke lokasi yang sekarang masuk Kelurahan Kolongan setelah
usai peristiwa gempa bumi dahsyat 8 Februari 1845.
Namun,
pemukiman-pemukiman kecil dikisahkan telah ada di bagian Walian, dan juga
Rurukan sebelum kejadian gempa bumi. Termasuk telah berdiri sebagai negeri
dalam Distrik Tomohon ketika itu, meski berada di luar dari stad Tomohon
sekarang adalah Tataaran Tombulu (sekarang Tataaran Dua Kecamatan Tondano
Selatan) serta Kembes (sekarang Kecamatan Tombulu Minahasa).
Penulis dan anggota
parlemen Belanda Dr.W.R.Baron van Hoevell tahun 1856 memberi gambaran jelas
bahwa bekas negerinya dihancurkan setelah gempa bumi yang terjadi tahun 1845, dan dipindahkan ke lokasi sekarang yang berjarak sekitar 1 paal.
Distrik Tomohon masa
silam (sampai tahun 1880 ketika Sarongsong, dan 1908 ketika Kakaskasen
digabung, terakhir Woloan dan Taratara dari Tombariri) tidak seberapa besar.
Batas-batas distrik
dari pusat kotanya digambarkan Nicolaas Graafland di beberapa tempat hanya
dalam radius 2 paal (1 paal=1.507
meter).
Di barat, Nimawanua
dan Kamasi berbatas dengan negeri Katinggolan (Woloan) dari Distrik Tombariri. Di selatan
Nimawanua dan Matani berbatas wilayah Distrik Sarongsong, dan di utara Talete dan
Kamasi berbatas negeri Kakaskasen di distrik senama. Kawasan luas Tomohon sekedar
mencakup bagian timur yang berbatas Distrik Tondano (Touliang dan Toulimambot),
Remboken serta Tonsea.
Batas-batas demikian
pula yang berlaku di tahun 1821.
Masa itu, jalan dari
Manado (masih lewat Lotta, ibukota Kakaskasen) telah ditandai dengan paal. Negeri
Tomohon berada di paal 15, sekitar 1,5 paal dari Kakaskasen.
Negeri Kakaskasen di
tahun 1821 masih berada di lokasi tua Nawanua (sekarang Kakaskasen Tiga).
Gambaran jelasnya, luasan negerinya di masa itu sepanjang 1 paal, karena berada
di antara paal 12 dan 13.
Catatan Baron van
Hoevell, setelah berada di lokasi
sekarang, letak negeri Tomohon dari Kakaskasen telah menjadi 2 paal.
Kalau pusat negeri
Tomohon masa itu masih berada di Nimawanua menandakan kalau rumah Opziener
Constans berada pula di lokasi negeri tua Nimawanua ini.
Namun, bekas tanah Gubernemen Belanda di Nimawanua, dimana fasilitas pemerintah kolonial biasa didirikan tidak diketahui (sampai tahun 1980-an tanah-tanah di bekas negeri tua ini dimiliki penduduk asal Kamasi).
Namun, bekas tanah Gubernemen Belanda di Nimawanua, dimana fasilitas pemerintah kolonial biasa didirikan tidak diketahui (sampai tahun 1980-an tanah-tanah di bekas negeri tua ini dimiliki penduduk asal Kamasi).
Rumah Kepala Balak
Tomohon pasti masih berada di Nimawanua, kendati sulit dipastikan letaknya.
Kepala Balak adalah Hukum Manopo Supit yang mengganti Lonto Tuunan. Masa
peralihan kepada Majoor Mamengko, dengan Hukum Kedua Mangangantung (kelak
bernama Ngantung Palar).
Justru tanah milik
Gubernemen paling tua dicatat berada di bagian Kelurahan Paslaten Dua sekarang,
di mana sejak tahun 1852 dibangunkan pasar Tomohon pertama.
Sebelumnya telah
berdiri di sini gudang kopi dan rumah kepala gudang kopi (pakhuismeester), dimana hasil kopi dari seluruh Tomohon dibeli dan
dikumpulkan.
Jalan yang diikuti
Nicolaas Graafland tahun 1850-an merujuk ke jalan di bagian belakang gedung
gereja ke arah selatan menuju pasar dan gudang kopi tersebut. Jalan tembus
Talete di bagian utaranya ketika itu menjadi urat nadi perekonomian penting
Tomohon bahkan kawasan Minahasa Timur, Tengah dan Selatan.
Di bagian Paslaten
pula Zendeling pertama Tomohon Johan Adam Mattern telah membangun gedung gereja
awal di tahun 1839, yang dibongkar tahun 1856 untuk pembangunan jalan ‘raya’
baru yang sekarang dikenal sebagai jalan protokol Tomohon. Di bagian Talete
pula sebelum tahun 1845 pengganti Mattern Zendeling Nicolaas Philip Wilken
telah membangun rumah tinggalnya. Juga pusat pemerintahan Tomohon telah
berpindah ketika Mangangantung menjadi Kepala Distrik, ia membangun rumah
tinggal di bagian Paslaten.
Maka, tidak menutup
kemungkinan, kalau rumah milik Gubernemen yang ditempati Opziener Constans
ketika itu berada di lokasi gudang kopi dan pasar ini. Tahun 1879 lokasinya telah dipakai untuk Sekolah
Gubernemen yang awal abad ke-20 menjadi Sekolah Kelas Dua Nomor 1 milik
Gubernemen (Tweede Inlandsche School
Gouvernement No.1). 1]
Tanah yang disebut
pula sebagai milik Gubernemen di masa lalu, berada di areal sekarang berdiri
gereja Sion, masih di Paslaten. Pendeta Nicolaas Philip Wilken dalam laporannya
kepada NZG tahun 1858, mencatat kalau gereja tersebut awalnya dimaksudkan untuk
rumah gubernemen (Gouvernementshuizen).
Tapi, ketika hampir siap, Residen (A.J.F.Jansen) merubah tujuannya, untuk
dijadikan tempat ibadah.
Bangunan gubernemen
di masa Belanda lumrahnya berdiri di tanah yang diklaim pemerintah kolonial sebagai milik pemerintah, entah
karena dibeli, diklaim begitu saja atau dihibahkan pemerintah distrik setempat.
Lokasi lain adalah
tanah dimana terletak bangunan pasanggrahan pemerintah yang berada di Kolongan.
Bekas pasanggrahan ini dibeli Katolik bulan Agustus 1906 untuk Meisjesschool Katolik.
Opziener J.L.Constans,
pejabat yang ditemui Reinwardt, di tahun 1825 pindah menjadi Opziener Tondano,
dan pensiun Januari 1827 sebagai Opziener Koffijcultuur
di Manado. Sejak itu pula pengawasan Balak Tomohon dilakukan Opziener yang
berkedudukan di Tondano. 2]
BACA: Residen Manado 2.
Putranya yang
menyertai Reinwardt turun di kawah Mahawu adalah Johan Engelbertus Contans. Tahun
1831 menjadi Opziener Belang, lalu Opziener Kema hingga Mei 1843. Dua putri
lain dari Opziener Contans dikawini dua pelopor pekabaran injil Minahasa.
Femmetje Constans dikawini Zendeling Langowan Johann Gottlieb Schwarz, dan Clasina
Clarissa Constans dikawini Zendeling Amurang Carl Traugott Herrmann. ***
-----
1].Tahun 1950 berubah nama menjadi SR (lalu SD) Negeri I Tomohon. Masa
Permesta ditutup setelah gedungnya terbakar. Tanahnya ditukarkan kepada GMIM
yang membuka SD GMIM IV Tomohon. Dari bekas sekolah gubernemen Belanda, tersisa
SDN II Tomohon di Matani Tiga, bekas Tweede Inlandsche School Gouvernement No.2.
2].Sebutan Opziener atau
penilik atau pengawas menjadi Kontrolir sejak tahun 1853. P.P.Roorda van
Eysinga dalam bukunya Handboek der
Land-en Volkenkunde van Nederlansche Indie tahun 1841 mencatat kalau
Opziener pemerintah masih ada di Tomohon seperti halnya Tondano. Istilah
Opziener masih dilestarikan di masa berikut sebagai penilik atau pengawas
perkebunan yang digaji pemerintah dan banyak dijabat kalangan pribumi.
·
Sketsa:koleksi
Digitalisierte Sammlungen der
Staatsbibliothek zu Berlin (SSB).
·
Sumber
tulisan: Reis naar het Oostelijk gedeelte
van den Indischen Archipel in het jaar 1821, oleh F.Muller, 1858. Tijdschrift
voor Nederlandsch Indie, 1856 oleh
Dr.W.R.van Hoevell. De Minahasa oleh
N.Graafland, 1867;
dan naskah ‘‘Tomohon Dulu dan Kini’’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.