Senin, 09 September 2019

Tomohon Tahun 1821





Reinwadt di kawah Mahawu.




Bagaimana Tomohon di tahun 1821?

Prof.Dr.Caspar Georg Carl Reinwardt, Direktur Pertanian, Seni dan Pendidikan Hindia-Belanda, pendiri dan pemimpin pertama Kebun Raya Bogor menggambarkannya meski tidak mendetil.

Sore hari Rabu tanggal 17 Oktober 1821, Reinwardt dan rombongannya, antara lain pelukis Adrianus Johannes Bik dan adiknya Jannus Theodorus Bik, tiba dari Kakaskasen. 

Jalan yang dilewatinya melewati bukit, karena disebutnya naik dan turun lagi, dan kebanyakan ia melalui lahan pertanian atau tanah terlantar.

Tomohon dengan beberapa negeri lainnya berada di bawah Distrik Opziener Constans. Sang Opziener memberi Reinwardt dan rombongannya tempat bermalam di rumahnya, sebuah rumah berukuran besar milik Gubernemen (Gouvernement, pemerintah Hindia-Belanda).

Untuk menyambut tamu agung dari Batavia ini, Opziener Constans menyelenggarakan resepsi, seperti biasa dialami Reinwardt di tempat lain. Resepsi tersebut dihadiri oleh sejumlah besar Hukum atau Kepala, baik dari balak (disebutnya distrik) mau pun negeri.

Negeri Tomohon, menurutnya cukup besar, dihuni lebih dari 360 rumah tangga. Sebanyak lima sampai delapan rumah tangga tinggal dalam satu rumah.

Reinwardt kagum karena umumnya tanah di sekitar Tomohon sangat subur. Tanaman jagung tegak lebih tinggi dan lebih berat di beberapa tempat daripada di Eropa, terutama pertumbuhannya yang sangat subur.

Tanaman kopi telah mulai dibudidayakan pula, bahkan sejak tahun 1819. Ia memuji Opziener Constans, karena selama lebih 1,5 tahun, sang pengawas tersebut telah berhasil menanam 22.000 pohon kopi, setelah ia menerima perintah pembudidayaannya (koffijcultuur). 

Asisten Residen Manado J.F.Roos (menurutnya sebagai Residen) menerapkan kebijakan tanam paksa kopi kepada penduduk, setelah sukses melakukan hal sama ketika menjadi Residen di Banyuwangi.

‘’Semua yang saya lihat berdiri dalam keindahan luar biasa di tanah hitam subur, meski pohonnya tanpa ditanam siapa pun,’’ pujinya.

Selain kebun kopi ini, Reinwardt berjalan-jalan malam itu juga ke negeri kecil di dekatnya.

Tapi, ia merasa aneh, bahwa seseorang hampir tidak pernah melihat wanita di sini. ‘’Sudah menjadi kebiasaannya untuk pergi begitu orang Eropa muncul,’’ komentarnya.


TURUN DI KAWAH
Untuk tujuan riset ilmu tumbuh-tumbuhan dan mengumpulkan koleksi khas, Reinwardt melakukan pendakian Gunung Mahawu yang dicatatnya bernama Gunung Rumengan. Sebelumnya ketika berada di Kakaskasen, ia telah mendaki Gunung Lokon dan kawahnya.

Pendakian gunung api di timur laut Tomohon ini dilakukannya Kamis pagi tanggal 18. Ia diantar putra Opziener Constans.

Untuk pendakian tersebut, sebelumnya jalan ke puncak gunung telah dirapikan, dibuat rute dengan bagian tengah kayu yang dilintang, dan sebagian malah dilengkapi dengan tangga.

Menurutnya, kendati jalannya melalui lembah-lembah yang dalam dan curam, gunung tersebut masih lebih mudah didaki daripada Lokon. Di rute pertama, tanahnya masih subur, kemudian hutan, tapi di dekat puncaknya (meski menurutnya gunung ini sebenarnya tidak memiliki puncak) hanya ada glagah tinggi atau pohon rendah.

Kawasan di sekitar Mahawu kehilangan semua kayu besar, dan hanya ditutupi tanaman muda atau glagah. ‘’Semua sebagai akibat dari letusan terakhir yang terjadi selama sekitar tiga puluh dua tahun, dan menurut perkataan orang tua yang masih mengingatnya, sangat hebat.’’

Selain mencatat rinci tumbuh-tumbuhan yang ada di lokasi ini, Reinwardt memberanikan diri turun ke lubang kawah yang dalam, melalui celah di sisi timur laut yang agaknya telah dibuat untuknya. Ia berhasil turun setelah menggunakan ‘bangku’ berupa segitiga bambu yang diikat dengan rotan yang sangat panjang dan tebal yang dipegang oleh banyak orang.

Ia berada di kawah bersama putra Opziener dan beberapa orang lainnya yang diturunkan dengan cara sama.

Baru ketika ia berada di Tondano, ia mengetahui kalau gunung tersebut bernama Mahawu, sementara yang disebut Rumengan berada di utaranya, dan yang lain lagi Tetemboan (Masarang) di selatannya. Menurutnya, penduduk di bagian Tomohon, dan Kakaskasen justru menyebutnya Rumengan.

RUMAH CONSTANS
Dimana posisi negeri Tomohon serta rumah Opziener Constans di tahun 1821?

Cerita-cerita rakyat memastikan saat itu penduduk Tomohon masih terkonsentrasi di negeri tuanya (Nimawanua) yang sekarang berada di Kelurahan Kolongan Satu. Dari legendanya, Talete telah berada di bukit Limondok, bahkan di posisinya yang tidak berjauhan, mendekati pusat kota sekarang. Begitu pun Kamasi sudah sejak awal di lokasi saat ini, meski belum mendekati ruas jalan protokol. Termasuk Matani telah berdiri di lokasi Matani Tiga sekarang, setelah para pionirnya pindah dari Nimawanua di akhir abad ke-18.

Negeri-negeri lain distriknya baru berdiri di tahun 1830 (Pangolombian), Paslaten tahun 1840. Kolongan sendiri baru pindah ke lokasi yang sekarang masuk Kelurahan Kolongan setelah usai peristiwa gempa bumi dahsyat 8 Februari 1845.

Namun, pemukiman-pemukiman kecil dikisahkan telah ada di bagian Walian, dan juga Rurukan sebelum kejadian gempa bumi. Termasuk telah berdiri sebagai negeri dalam Distrik Tomohon ketika itu, meski berada di luar dari stad Tomohon sekarang adalah Tataaran Tombulu (sekarang Tataaran Dua Kecamatan Tondano Selatan) serta Kembes (sekarang Kecamatan Tombulu Minahasa).

Penulis dan anggota parlemen Belanda Dr.W.R.Baron van Hoevell tahun 1856 memberi gambaran jelas bahwa bekas negerinya dihancurkan setelah gempa bumi yang terjadi tahun 1845, dan dipindahkan ke lokasi sekarang yang berjarak sekitar 1 paal.

Distrik Tomohon masa silam (sampai tahun 1880 ketika Sarongsong, dan 1908 ketika Kakaskasen digabung, terakhir Woloan dan Taratara dari Tombariri) tidak seberapa besar.

Batas-batas distrik dari pusat kotanya digambarkan Nicolaas Graafland di beberapa tempat hanya dalam radius 2 paal (1 paal=1.507 meter).

Di barat, Nimawanua dan Kamasi berbatas dengan negeri Katinggolan (Woloan) dari Distrik Tombariri. Di selatan Nimawanua dan Matani berbatas wilayah Distrik Sarongsong, dan di utara Talete dan Kamasi berbatas negeri Kakaskasen di distrik senama. Kawasan luas Tomohon sekedar mencakup bagian timur yang berbatas Distrik Tondano (Touliang dan Toulimambot), Remboken serta Tonsea.

Batas-batas demikian pula yang berlaku di tahun 1821.

Masa itu, jalan dari Manado (masih lewat Lotta, ibukota Kakaskasen) telah ditandai dengan paal. Negeri Tomohon berada di paal 15, sekitar 1,5 paal dari Kakaskasen.

Negeri Kakaskasen di tahun 1821 masih berada di lokasi tua Nawanua (sekarang Kakaskasen Tiga). Gambaran jelasnya, luasan negerinya di masa itu sepanjang 1 paal, karena berada di antara paal 12 dan 13.

Catatan Baron van Hoevell, setelah berada di lokasi sekarang, letak negeri Tomohon dari Kakaskasen telah menjadi 2 paal.

Kalau pusat negeri Tomohon masa itu masih berada di Nimawanua menandakan kalau rumah Opziener Constans berada pula di lokasi negeri tua Nimawanua ini. 

Namun, bekas tanah Gubernemen Belanda di Nimawanua, dimana fasilitas pemerintah kolonial biasa didirikan tidak diketahui (sampai tahun 1980-an tanah-tanah di bekas negeri tua ini dimiliki penduduk asal Kamasi).

Rumah Kepala Balak Tomohon pasti masih berada di Nimawanua, kendati sulit dipastikan letaknya. Kepala Balak adalah Hukum Manopo Supit yang mengganti Lonto Tuunan. Masa peralihan kepada Majoor Mamengko, dengan Hukum Kedua Mangangantung (kelak bernama Ngantung Palar).

Justru tanah milik Gubernemen paling tua dicatat berada di bagian Kelurahan Paslaten Dua sekarang, di mana sejak tahun 1852 dibangunkan pasar Tomohon pertama.

Sebelumnya telah berdiri di sini gudang kopi dan rumah kepala gudang kopi (pakhuismeester), dimana hasil kopi dari seluruh Tomohon dibeli dan dikumpulkan.

Jalan yang diikuti Nicolaas Graafland tahun 1850-an merujuk ke jalan di bagian belakang gedung gereja ke arah selatan menuju pasar dan gudang kopi tersebut. Jalan tembus Talete di bagian utaranya ketika itu menjadi urat nadi perekonomian penting Tomohon bahkan kawasan Minahasa Timur, Tengah dan Selatan.

Di bagian Paslaten pula Zendeling pertama Tomohon Johan Adam Mattern telah membangun gedung gereja awal di tahun 1839, yang dibongkar tahun 1856 untuk pembangunan jalan ‘raya’ baru yang sekarang dikenal sebagai jalan protokol Tomohon. Di bagian Talete pula sebelum tahun 1845 pengganti Mattern Zendeling Nicolaas Philip Wilken telah membangun rumah tinggalnya. Juga pusat pemerintahan Tomohon telah berpindah ketika Mangangantung menjadi Kepala Distrik, ia membangun rumah tinggal di bagian Paslaten.

Maka, tidak menutup kemungkinan, kalau rumah milik Gubernemen yang ditempati Opziener Constans ketika itu berada di lokasi gudang kopi dan pasar ini. Tahun 1879 lokasinya telah dipakai untuk Sekolah Gubernemen yang awal abad ke-20 menjadi Sekolah Kelas Dua Nomor 1 milik Gubernemen (Tweede Inlandsche School Gouvernement No.1). 1]

Tanah yang disebut pula sebagai milik Gubernemen di masa lalu, berada di areal sekarang berdiri gereja Sion, masih di Paslaten. Pendeta Nicolaas Philip Wilken dalam laporannya kepada NZG tahun 1858, mencatat kalau gereja tersebut awalnya dimaksudkan untuk rumah gubernemen (Gouvernementshuizen). Tapi, ketika hampir siap, Residen (A.J.F.Jansen) merubah tujuannya, untuk dijadikan tempat ibadah.

Bangunan gubernemen di masa Belanda lumrahnya berdiri di tanah yang diklaim pemerintah kolonial sebagai milik pemerintah, entah karena dibeli, diklaim begitu saja atau dihibahkan pemerintah distrik setempat.
                                     

Lokasi lain adalah tanah dimana terletak bangunan pasanggrahan pemerintah yang berada di Kolongan. Bekas pasanggrahan ini dibeli Katolik bulan Agustus 1906 untuk Meisjesschool Katolik.

Opziener J.L.Constans, pejabat yang ditemui Reinwardt, di tahun 1825 pindah menjadi Opziener Tondano, dan pensiun Januari 1827 sebagai Opziener Koffijcultuur di Manado. Sejak itu pula pengawasan Balak Tomohon dilakukan Opziener yang berkedudukan di Tondano. 2]


Putranya yang menyertai Reinwardt turun di kawah Mahawu adalah Johan Engelbertus Contans. Tahun 1831 menjadi Opziener Belang, lalu Opziener Kema hingga Mei 1843. Dua putri lain dari Opziener Contans dikawini dua pelopor pekabaran injil Minahasa. Femmetje Constans dikawini Zendeling Langowan Johann Gottlieb Schwarz, dan Clasina Clarissa Constans dikawini Zendeling Amurang Carl Traugott Herrmann. ***

-----

1].Tahun 1950 berubah nama menjadi SR (lalu SD) Negeri I Tomohon. Masa Permesta ditutup setelah gedungnya terbakar. Tanahnya ditukarkan kepada GMIM yang membuka SD GMIM IV Tomohon. Dari bekas sekolah gubernemen Belanda, tersisa SDN II Tomohon di Matani Tiga, bekas Tweede Inlandsche School Gouvernement No.2.
2].Sebutan Opziener atau penilik atau pengawas menjadi Kontrolir sejak tahun 1853. P.P.Roorda van Eysinga dalam bukunya Handboek der Land-en Volkenkunde van Nederlansche Indie tahun 1841 mencatat kalau Opziener pemerintah masih ada di Tomohon seperti halnya Tondano. Istilah Opziener masih dilestarikan di masa berikut sebagai penilik atau pengawas perkebunan yang digaji pemerintah dan banyak dijabat kalangan pribumi.


·         Sketsa:koleksi Digitalisierte Sammlungen der Staatsbibliothek zu Berlin (SSB).
·         Sumber tulisan: Reis naar het Oostelijk gedeelte van den Indischen Archipel in het jaar 1821, oleh F.Muller, 1858. Tijdschrift voor Nederlandsch Indie, 1856 oleh Dr.W.R.van Hoevell. De Minahasa oleh N.Graafland, 1867; dan naskah ‘‘Tomohon Dulu dan Kini’’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.