Senin, 24 Juni 2019

Hukum, Hukum Tua dan Lurah Kamasi




Kantor dan Balai Kelurahan tahun 2006.





Kamasi telah awal berdiri dan tercatatkan sebagai salah satu dari dua negeri tertua di bekas Distrik Tomohon, disamping Talete. Namun, para kepalanya baru terlacak namanya di periode awal abad ke-18. Keluarga Sangi, Pandeirot, Lontoh, Wowor dan lain-lain menjadi keluarga utama sejak awal, kendati Kristen Protestan baru menyebar di Kamasi setelah Pendeta Nicolaas Philip Wilken melakukan pembaptisan di masa Hukum Tua Christiaan Lontoh.

Dibanding negeri-negeri lain di Distrik Tomohon, penduduk Kamasi justru paling terlambat masuk Kristen. Akhir tahun 1852 Dr.Pieter Bleeker dalam buku ‘’Reis door de Minahassa en den Molukschen Archipel’’ yang terbit tahun 1856, mencatat dari banyaknya penduduk Kamasi yang 501 jiwa, belum ada satu pun yang memeluk agama Kristen (masih heidenan). 

Pendeta Wilken baru membentuk Jemaat negeri (Wijkgemeenten) Kamasi tahun 1875 setelah Majelis Jemaat (Kerkeraad) Kamasi dilantik tahun sebelumnya. Artinya pembaptisan penduduk Kamasi di Gereja Sion baru berlangsung di awal tahun 1870-an. Jemaat besar Tomohon sendiri --dimana Jemaat Kamasi menjadi bagiannya --telah terbentuk sejak akhir bulan Desember 1839.

Maka, fam di Kamasi baru dikenal setelah adanya pembaptisan yang sulit diketahui lagi, karena gereja Sion yang menjadi tempat peribadatan dari penduduk Kamasi, Talete, Kolongan, Matani dan Paslaten belum menemukan buku induk baptisan, sidi dan perkawinan orang Kristen Tomohon awal. 

Jemaat Kamasi sendiri (Bait-El) baru mandiri dari Jemaat Tomohon di Sion 91 tahun kemudian, tanggal 19 Oktober 1966.


Ketika pembaptisan awal, menjadi tidak mutlak umpama anak-anak Sangi, yakni Pandeirot dan Sampouw ketika dibaptis harus memakai fam Sangi. Ada anak cucu keturunannya mengembangkan fam Sangi, Pandeirot bahkan Sampouw, ketika dicatatkan pendeta di buku register baptisan. Fam-fam bahkan dapat berkembang ke leluhur lebih awal, seperti ketika Hukum Tua Christiaan Lontoh dibaptis, pasti dengan mengenang kehebatan nama Lontoh Mandagi dan Lontoh Tuunan. Tidak mesti kalau ayahnya umpama bernama Pantow atau Posumah. Dapat saja saudaranya umpama memilih sebagai fam Pangemanan, meski ternyata tiga saudaranya tetap memakai fam Lontoh.

Misalnya lagi, kasus yang benar-benar terjadi, ketika putri Pangemanan Lontoh (masih animisme) dibaptis. Istri Lukas Wenas ini bukannya memilih nama ayahnya Pangemanan. Tapi memakai fam Lontoh dari nama kakeknya Lontoh Tuunan yang juga dipakai ibunya, meski ada embel nama ayahnya sehingga menjadi Elisabet Pangemanan Lontoh (Elisabet meninggal 27 Juli 1890). 

Sedangkan saudara tirinya bernama Mandagi tetap animisme. Namun anak-anaknya ketika dibaptis, tidak memilih nama kakeknya Pangemanan atau kakek tuanya Lontoh Tuunan, tapi menggunakan sebagai fam, nama ayahnya Mandagi untuk mengingati leluhur tuanya Mandagi Wuwung, ayah dari Lontoh Kolano.

Contoh lain, ibu dari Elisabet Pangemanan Lontoh yang bernama animisme Tumete Liwun, dan dianggap menjadi Kristen sejak awal datangnya agama Kristen di Tomohon. Tumete bukannya memilih fam nama ayahnya Tamboto yang bekas Kepala Distrik Sarongsong. Tapi memakai nama leluhurnya, sekaligus nama ayah mantunya Lontoh Tuunan sebagai fam, sehingga menjadi Maria Lontoh.


Bahkan, dari berbagai laporan para zendeling, nama-nama awal banyak diserahkan pada pilihan pendeta, atau meniru nama-nama Belanda, termasuk para pejabatnya yang terkenal. Semisal ada memakai nama Jellesma, meniru nama Residen, atau nama istri pendeta, atau nama noni-noni Belanda, sehingga awalnya nama-nama para wanita Tomohon sangat ke barat-baratan. 

Tidak lagi umpama bernama Mokey, Kulai, Rungkew, Patola, Ramey, Wuiambene, Daang, Tumenden, Topowene, Laya, Mule, Ingkingan, Resina, Banon, Daang, Sangkiow, Weewene, Rumanen, Rangimbulan, Mapande atau Resina. Atau umpama nama-nama lebih tua seperti Tinonton, Maowey, Winuwus, Rimbit, Pupur, Riejan, Winuni, Orei, Ragibene, Siowene, Weewene, See. Bahkan Rendeyrangdang, Sumarulinu, Tolangngewalaki yang sebelumnya banyak dan pernah dipakai wanita Tomohon. Begitu pun dengan nama-nama tua kaum pria Tomohon seperti Tentu’posong, Onto, Eror, Weanton, Aper, Paker, Umbokomaij, Oso, Inouw, Tetekulit, Lewlew dan banyak lagi.

Para kepala pemerintahan Kamasi awalnya di bawah kepemimpinan Tonaas, dengan banyak gelaran. Salah satunya Rarangkang um Wanua atau pelindung negeri. Namun, dalam banyak dokumen Belanda, sebutan resmi pemimpin adalah Hoofd, atau Hukum, yang populer dengan istilah Ukung dengan kepala-kepala kecil seperti Meweteng dan lain sebagainya. 

Mulai tahun 1824, jabatan Hukum dibedakan negeri besar atau kecil, dengan sekedar Hukum di negeri berpenduduk sedikit dan Hukum Tua untuk negeri besar, dilengkapi perangkat bernama Raad (Dewan) Negeri, serta adanya jabatan seperti mantri ukur atau mantri air.

Nama Wanua pun sejak awal penjajahan Belanda adalah Negeri, yang baru secara resmi diganti Desa di tahun 1966. Hukum Besar yang memimpin Distrik yang menjadi kepanjangan tidak berpaut jauh dari Pakasaan lalu Balak (banyak kali disebut walak) ikut hilang, sementara wakilnya Hukum Kedua, naik status sebagai kepala dari wilayah yang mulai disebut Kecamatan.

Kamasi sejak awal tercatat sebagai salah satu dari lima negeri yang membentuk kota Tomohon sejak 1846, disamping Talete, Paslaten, Kolongan, dan Matani. Di masa berikut bertambah Walian yang baru disahkan menjadi satu negeri tahun 1897.


Negeri lain dalam Distrik Tomohon ketika itu adalah Tataaran, Rurukan, Pangolombian, dan Kembes, ditambah berikutnya dengan Kumelembuai yang baru menjadi negeri Agustus 1860. Sementara Kembes kemudian dimasukkan Distrik Manado dan Tataaran (jadi Tataaran Dua) digabung ke Distrik Toulour (Tondano).

Berikut para kepala pemerintahan Kamasi.

HUKUM

No.
NAMA
MASA
HIDUP
KET.

1
WOWOR
1705-1740


2.
WOWOR (2) atau PASIOWAN
1740-1785


3.
LONTOH TUUNAN
1785-1803
Meninggal 1814.
Waruga di SMP Stella Maris.
4.
SANGI
1812-1820

Kubur di Ranoneperet
5.
PANDEIROT atau MANGULU
1820-1836

Waruga di Ranoneperet
6.
SAMPOUW
1836-1845

Kubur di Ranoneret tua
7.
TINARAS atau TIMON TUDUS
1846-1876

Dikisah di Amian.


HUKUM TUA

8.
CHRISTIAAN LONTOH
1876-1893
1841-22 Februari 1902

9.
JOHANNIS J.SANGI
1893-1923
Meninggal 25 Agustus 1923

10.
SIMON WONDAL
1923-1945
1878-26 Mei 1954

11.
MANUEL ARAY
1945-1950


12.
KORNELIS PALIT
1950-1965
1912-1976

13.
MENASE KAINDE
1965-1966


14.
JUNUS POTU
1966-1967

Pejabat sementara
15.
LODEWIJK J.PANDEIROT
1967-1972


16.
HERLING FREDERIK SANGI
1972-11 November 1975


17.
TURAMBI TURANG
11 November 1975-15 September 1976

Pejabat sementara
18.
TURAMBI TURANG
15 September 1976-18 Juli 1978


19.
JUNUS POTU
18 Juli 1978-2 Agustus 1978

Pejabat sementara
20.
TURAMBI TURANG
2 Agustus 1978-1 Januari 1981

Dari Oktober-November 1980  diwakilkan Marius Supit lalu Max.S.Tamunu.


LURAH

21.
TURAMBI TURANG
1 Januari 1981-1986


22.
MAX LENGKONG KAUNANG
1986-15 Januari 1999


23.
SIMON MONGDONG
15 Januari 1999-9 Juli 2002


24.
JUSAK TOAR PANDEIROT, SPd.
9 Juli 2002-20 November 2003


25.
NOLDY LODEWIJK RUNTU, SPd.
20 November 2003-Agustus 2008




KAMASI

26.
FEMMY RITA SENGKEY-MELO, SSos
29 Agustus 2008


27.
NONTJE LOSU-KAMBEY





KAMASI SATU

26.
NONTJE LOSU-KAMBEY
29 Agustus 2008


27.
FEMMY RITA SENGKEY-MELO,SSos






·        Sumber tulisan: Buku ‘’Riwayatmu Tomohon’’ 1986, Buku ‘’Tomohon Kotaku’’ 2006 dan naskah ‘’Tomohon Dulu dan Kini.’’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.