Gereja GMIM Rurukan 2006. |
Jemaat Protestan Rurukan (sekarang GMIM Bukit
Sion) didirikan oleh Zendeling Tomohon Pendeta Nicolaas Philip Wilken tahun
1854. Termasuk Sekolah Genootschap dari Nederlansch Zendeling Genootschap (NZG).
Sekolahnya sempat ditutup dan baru berdiri ulang tahun 1913.
Meski Jemaat (gemeenten) Rurukan baru berdiri, namun sebelum tahun 1854, telah
ada beberapa orang Kristen Rurukan yang dibaptis Wilken di Gereja Protestan
Tomohon (sekarang Sion) di Paslaten.
Dari pendataan Dr.Pieter Bleeker, penduduk
Rurukan di akhir tahun 1852 berjumlah 399 jiwa. Orang Kristen baru 9 jiwa, dan
sisa 390 orang masih heidenen
(animisme).
Laporan Pendeta Wilken ultimo 1860, menyebut anggota
Jemaat Rurukan awal dibaptisnya di Tomohon, termasuk dengan anggota sidi dan
kawin warga. Untuk perayaan sakramen, anggota Jemaat Rurukan dikombinasikannya
bersama Jemaat Pangolombian dan Kembes di Gereja Tomohon, dihadiri rata-rata 380
anggota jemaat.
Dari kombinasi ketiga jemaat ini, menurut
Wilken, Rurukan yang tertua, terbesar dan terbaik, diikuti oleh Pangolombian.
Bangunan gerejanya sudah cukup bagus.
Selang tahun 1843 hingga tahun 1860, Wilken
mencatat kepada pimpinan NZG, ia
membaptis sebanyak 209 penduduk Rurukan, terdiri orang dewasa (wolwassenen) 155 dan anak-anak (kinderen) 54 orang.
Dengan 209 orang Kristen awal ini, yang
selalu hadir di gereja hanya 86 orang, sementara yang hadir di sekolah 64. Dari
total penduduk Rurukan 386 orang, masih ada 185 yang kafir.
Pada periode sama ia telah mengawinkan 30 pasang.
Namun sampai tahun 1860 ia belum
melakukan sidi kepada satu pun penduduk, meski gereja selalu dihadiri 4 anggota
sidi yang diteguhkan di Tomohon. Sedangkan pasangan kawin yang selalu hadir di
gereja 32 orang dengan dua pasang yang dikawinkan di Tomohon.
Tahun 1858 ia membaptis 50 orang dewasa dan
mengawinkan 19 pasang. Di tahun 1860, pembaptisan atas 39 penduduk
Rurukan, 22 orang dewasa dan 17
anak-anak, serta mengawinkan 5 pasangan.
Sekolah Genootschap Rurukan (sekarang SD
GMIM) yang didirikan Wilken bersamaan dengan jemaat tahun 1854, dipuji karena
tingkat kehadiran siswa yang tinggi. Tahun 1854 dari pencatatan NZG, sekolahnya
memiliki 80 pelajar dengan kehadiran di sekolah 63 anak. Tahun 1855 67 siswa
dan kehadiran 63, serta tahun 1856 sebanyak 41siswa hadir sehari-hari dari
total murid 59 orang. Kemudian tahun 1859 dengan 67 murid dan kehadiran 42.
Pendeta Dr.Steven Adriaan Buddingh yang
mengunjungi Rurukan awal Juni 1854 menjelaskan ke-80 murid yang ditemuinya
dipimpin oleh seorang guru yang disebut Penulung atau Hulpmeester (guru bantu). ’’ Tetapi, tidak cukup bagus,’’
komentarnya.
Nama guru pertama Rurukan adalah N.Pangkerego
(ditulis Pankerego), seorang guru belajar (kweekeling)
dari Tataaran. Ruang sekolah dipujinya sangat bagus.
Pendeta Buddingh ketika itu melakukan
inspeksi sekolah-sekolah milik NZG di Sulawesi Utara. Ia mengisahkan lelucon
yang terjadi, dimana sang guru menurutnya melakukan kesalahan besar.
Ketika selesai memeriksa gereja dan urusan
sekolah, Buddingh meminta guru tersebut untuk melihat jam berapa pada jam
matahari yang tergantung longgar dari bambu di tengah jalan negeri yang luas.
‘’Kemudian ia mengambil jam matahari dari bambu dan memegangnya di depan
matanya,’’ catat Buddingh dalam buku ‘’Neerlands Oost-Indie’’ yang terbit di
Rotterdam Belanda tahun 1860.
Tertawa dari para kepala dan semua penduduk negeri
melihat cara aneh ‘berkonsultasi’ dengan jam matahari, membuat guru sangat
malu, meski pada awalnya tidak mengerti mengapa orang-orang tertawa begitu
riuh.
Lalu apa yang dipelajari para murid Rurukan
di masa silam?
Berdasar laporan-laporan NZG buku pelajaran
yang dipakai di tahun 1863 yang berlaku pula di seluruh sekolah milik NZG di Minahasa
sebagai vak utama adalah bernyanyi (zang)
dan sejarah Alkitab (bijbelsche geschiedenis).
Kemudian buku yang digunakan: Kitab hedja dan batja, satu buku dari Wester, disusun sesuai kebutuhan orang Minahasa. Kitab batja
akan manusija, binatang dan tatanaman. Sejarah dan cerita Alkitab
diterjemahkan dari bahasa Jerman oleh Pendeta Nicolaas Wilken, buku perhitungan
(rekenboeken) oleh Nicolaas Graafland, Ilmu bumi, serta Parindu (koleksi
lagu). Ketika itu, bersekolah gratis, dengan usia murid anak lelaki 6-15 tahun dan
anak perempuan 6-12 tahun, baik Kristen mau pun kafir.
Gaji guru minimum f.2.50 per bulan dan
maksimum f.4,16. Sementara guru sekolah negeri (Negorijschool) yang dibiayai dari kas distrik memperoleh f.5, dan
guru dengan beslit pemerintah kolonial (sekolah Gubernemen) memperoleh gaji
f.6-8,33.
Alfred Russel Wallace yang menginap di pasanggrahan
dekat sekolah hampir setiap hari mendengar anak-anak mengulangi tabel perkalian
dan menyanyi lagu-lagu mazmur. Tahun 1859 anak-anak Rurukan, menurutnya,
belajar setiap hari selama sekitar tiga jam, dan dua kali seminggu di malam
hari ada katekisasi dan pelajaran agama, serta sekolah minggu di pagi hari.
BACA: Legenda Rurukan.
Guru N.Pangkerego diganti oleh L.Lengkong,
seorang murid pandai dari Pendeta Wilken. Ultimo Desember 1870 di bawah
kepemimpinannya sekolah Genootschap Rurukan yang diasuh dalam penilikan Pendeta
Jan Louwerier dari Tomohon memiliki 56 murid dengan 34 anak laki-laki dan 22 anak
perempuan. Namun kehadiran pelajar sedikit, hanya 13 orang.
Pendeta Louwerier mulai menggantikan sebagian
tugas Wilken, dan diserahi pekerjaan melayani jemaat dan sekolah di Rurukan.
Kondisi tahun 1872 masih memprihatinkan, Dari
total murid 71 anak (40 laki-laki dan 31 perempuan) hadir hanya 21. Statistik
sekolah per ultimo Desember 1873 di bawah guru Lengkong, dengan 60 murid (35
laki-laki dan 25 perempuan). Hanya
mencatat 22 anak yang hadir.
Menurut Nicolaas Graafland, penduduk Rurukan
tahun 1874 sebanyak 505 jiwa. Evangelisasi selang tahun 1875 oleh Louwerier membaptis
40 anak-anak dan mengawinkan 9 pasangan.
Tahun 1875 Katolik juga masuk di Rurukan.
Pastor Joannes van Meurs SJ tanggal 27 Desember 1875 melakukan pembaptisan
terhadap 14 penduduk, disusul bulan September 1876 terhadap 35 orang.
GEREJA BARU
Pendera Louwerier menulis di tahun 1875,
kalau sebuah gereja baru diberkatinya tanggal 30 Agustus. Jemaat Rurukan,
menurutnya meningkat pesat. Jumlah yang dibaptis telah meningkat, sehingga
hanya beberapa rumah tangga saja yang masih kafir. Ia bergembira karena jumlah
yang besar dengan setia muncul di gereja dan sekolah, memberinya gambaran untuk
bersukacita, dengan jemaat yang beribadah sangat bersih.
Bangunan gereja sebelumnya, ungkap Louwerier,
kecil harus berfungsi ganda sebagai sekolah, dan menjadi sangat berbahaya
karena berdiri di lereng. Di satu sisi jauh lebih tinggi di atas tanah
bersandar pada panggung. Bangunannya menjadi terlalu kecil, sehingga jemaat
menginginkan perbaikan. Kepala (hoofden,
maksudnya Hukum Tua), seorang yang dianggapnya sebagai sahabat, berbicara
kepadanya kalau telah diputuskan dalam pertemuan akan dilakukan pemulihan dan
perluasan gedung gereja. Jemaat mengikuti keputusan tersebut serta membangunnya
sendiri.
Louwerier pun memuji salah satu anggota
jemaat yang menyerahkan sebagian rumahnya untuk pertemuan umum dan sebagai
sekolah, saat gedung gereja yang tua tidak dapat digunakan.
Pembangunan gedung gereja didasarkan pada
rancangan Louwerier sehingga berkualitas untuk kegiatan peribadatan. Menurutnya,
berdiri di tempat yang hampir sama, tetapi tidak lagi terancam bahaya jatuh di
jurang. Lokasi yang menghasilkan pemandangan paling indah dari negeri Rurukan.
Kondisi murid sekolah tetap memprihatinkan. Tahun
1875, jumlah murid sebanyak 56 anak (33 laki-laki dan 23 perempuan), tapi
kehadiran sedikit, 20 anak.
Bahkan, data Desember tahun 1879 masih di
bawah kepemimpinan guru Lengkong dan penilikan Louwerier, dari jumlah 50 anak
(31 laki-laki dan 19 perempuan) yang hadir 10.
Dalam kegiatan evangelisasi, Pendeta Jan
Louwerier selang tahun 1878, melakukan pembaptisan terhadap 34 orang, semuanya
anak-anak, serta mengawinkan 7 pasang. Tahun 1879 18 baptisan, dan kawin 2
pasang. Tahun 1880 membaptis 33 orang (11 dewasa dan 22 anak-anak), serta sidi
17 dan kawin 4.
Tahun 1883 ia membaptis 38 anak, sidi 20 dan
kawinkan 7 pasang. Kemudian selang tahun 1885
membaptis 29 orang (6 dewasa dan 23 anak-anak), sidi 10 orang dan
mengawinkan 7 pasang.
PENDETA TONDANO
Pekerjaan Louwerier yang bertumpuk, membawa
Jemaat Rurukan (juga Kumelembuai) berada dalam penanganan Hulpprediker (pendeta)
dari Resort Tondano Hessel Rooker sejak akhir September tahun 1886.
Evangelisasi di Rurukan tahun 1886 telah dilakukan Pendeta Hessel
Rooker terhadap 26 anak (tanpa orang dewasa), sidi 11 dan kawin 9 pasang.
Minimnya murid di Sekolah Genootschap karena
pemerintah kolonial telah mendirikan Gouvernementsschool
(sekolah Gubernemen) di Rurukan sejak tahun 1879 yang gurunya digaji pemerintah.
Untuk menjadi guru di sekolah pemerintah, guru dari Sekolah Genootschap harus
menempuh ujian sekolah pelatihan di Tomohon yang dipimpin J.H.Hiebink Rooker
atau di Ambon (kemudian Kweekschool pemerintah di Tondano). Sekolah Genootschap
Rurukan ditutup dan diserahkan kepada pemerintah, yang menjadikannya Sekolah
Gubernemen. Dua guru terkenal yang memimpin awal sekolah ini adalah S.Gosal dan
D.Tuerah.
Para guru Rurukan sejak masa Pangkerego dan
Lengkong sering bertindak sebagai Penulung, Guru Jumat (jemaat) dan Katekis. Kemudian
jemaat mulai dipimpin oleh para Penulung atau Penolong Injil lulusan STOVIL yang setelah memperoleh
gaji dari pemerintah Hindia-Belanda dengan Indisch Kerk berganti sebutan
sebagai Inlandsch leeraar.
Inlandsch leeraar Benjamin Wenas ditunjuk
menjadi pendeta pembantu kedua di Rurukan. Ia menggantikan Cornelis Wohon yang memimpin jemaat Rurukan pertama sebagai Hulpzendeling (Penolong Injil) hingga meninggal.
Wenas melayani pula Jemaat Kumelembuai, sementara di Tondano (ketika itu masuk Distrik Tondano Touliang) ia melayani jemaat di Marawas dan Kuloh.
Wenas melayani pula Jemaat Kumelembuai, sementara di Tondano (ketika itu masuk Distrik Tondano Touliang) ia melayani jemaat di Marawas dan Kuloh.
Ultimo 1889, Jemaat Rurukan di bawah Wenas, memiliki
582 anggota. Bersamaan penganut Katolik 72. Dari penduduk Rurukan sebanyak 669
jiwa, masih terdapat 15 orang kafir. Selang tahun 1889 dalam evangelisasinya Pendeta
Hessel Rooker membaptis 21 anak-anak, 24
orang disidi dan kawinkan 8 pasang.
Tahun 1890 ia membaptis 34 anak-anak dan
kawinkan 4 pasangan. Ultimo Desember 1892 38 penduduk Rurukan dibaptis, semua
anak-anak, serta mengawinkan 6 pasang. Tahun 1891 evangelisasinya membaptis 28
anak-anak serta kawin 6 pasang.
Tahun 1892, Jemaat Rurukan di bawah penanganan
Inlandsch leeraar Robert Th.Parengkuan yang mengganti Wenas. Parengkuan juga
menangani Jemaat Kumelembuai bersama Marawas dan Kulo. Dari total penduduk
Rurukan sebanyak 720 orang tahun 1892, Protestan berjumlah 621 orang, sementara
Katolik 98 jiwa. Penduduk yang kafir tidak ada lagi. Dari laporan Pendeta
Rooker, di tahun ini penduduk yang pindah dari Protestan ke Katolik 2 orang.
Ultimo 1893 di bawah Parengkuan, penduduk Rurukan
653 Protestan, 89 Katolik, 1 Islam, dengan total 743 jiwa.
Ultimo 1894 masih di bawah Parengkuan,
Protestan Rurukan memiliki 660 anggota jemaat. Katolik terdiri 92 jiwa dan
Islam 1. Total penduduk 753 orang. Evangelisasi di Rurukan tahun ini mencatat
Rooker membaptis 40 anak-anak dan 7 pasang dikawinkan.
Inlandsch leeraar Robert Parengkuan (hidup
1867-1910), menantu dari mantan Hukum Kedua Rurukan Petrus Wenas sejak awal
tahun 1895 dipindah menjadi guru STOVIL menggantikan Inlandsh.leeraar
J.Tampenawas dan melayani jemaat pusat Tomohon bersama J.Mandagi. Ia digantikan
Inlandsche leeraar H.Rorimpunu.
Tahun 1895 Jemaat Rurukan di bawah Rorimpunu memiliki
685 anggota. Katolik sebanyak 86 jiwa, Islam 2 dengan jumlah seluruh penduduk
Rurukan 773 jiwa. Rorimpunu dicatat ikut melayani jemaat Kumelembuai dan di
Kampung Jawa (masuk Distrik Tondano-Toulimambot). Evangelisasi tahun 1895 oleh Pendeta Rooker
dilakukan terhadap 33 anak-anak dan kawin 7 pasang.
Hanya singkat, Rorimpunu pindah Airmadidi (Tatelu), dan sejak 27 Desember 1896
di Rurukan bertugas Inlandsch leeraar G.A.Karamoy.
Ultimo 1896 Jemaat Protestan Rurukan di bawah
Karamoy, sebanyak 679 orang, dengan Katolik 88, serta Islam 2 orang. Total
penduduk 769 jiwa. Evangelisasi dari Rooker, sebanyak 25 anak dibaptis, dan 6
pasang dikawinkan. Kemudian tahun 1897, Rooker membaptis 45 anak-anak,
melakukan sidi pada 43 orang, dan kawinkan 2 pasang.
Karamoy pindah di Kaasar Tonsea, dan
menggantinya tahun 1897 Inlandsh leeraar L.Turambi yang sebelumnya bertugas di
Distrik Bantik dan Manado berkedudukan di Singkil.
Ultimo 1898, Jemaat di bawah pimpinan Turambi
berjumlah 710 orang. Katolik 124 dan Islam 1. Total penduduk Rurukan 835.
Rooker membaptis 32 anak-anak dan mengawinkan 4 pasang.
Ultimo 1900, di bawah Turambi (melayani pula
Kumelembuai, Kampung Jawa dan Tegal Rejo di Tondano), memiliki 705 Protestan.
Katolik 125, Islam 2. Total 832 penduduk. Pendeta J.H.Rooker membaptis 26 anak,
dan kawin 6 pasang.
Tahun 1901, di bawah Turambi Protestan
sebanyak 723. Katolik sendiri 122, dan Islam 1. Total penduduk Rurukan 846.
Pendeta J.H.Rooker membaptis 33 anak-anak, sidi 39 dan kawinkan 6 pasang.
Tahun 1902, Jemaat Protestan Rurukan sebanyak
727 orang di bawah Inlandsch leeraar Turambi. Katolik 114. Total penduduk
Rurukan 842 jiwa. Pendeta J.H.Rooker membaptis 29 anak-anak, dan 4 pasang
dikawinkan.
Statistik jemaat Rurukan ultimo Desember 1904
di bawah Inlandsch leeraar Turambi dan Pendeta Tondano Hessel Rooker mencatat
penganut Protestan Rurukan sebanyak 751 orang, sementara Katolik 111 orang,
dengan total penduduk adalah 863 jiwa.
Pendeta Rooker tahun 1904 melakukan
pembaptisan terhadap 33 anak, tanpa orang dewasa, sidi 16 orang dan kawin 5
pasangan.
Tahun 1906, Inlandsch leeraar Turambi dengan
827 Protestan. Katolik 40 dan Islam 1. Total 868.
Turambi pindah di Seretan, menggantinya
Inlandsch leeraar P.Parengkuan. Ultimo 1907, di bawah Parengkuan Protestan 741.
Ia layani pula Kumelembuai. Pendeta Tondano H.L.Langevoort yang pindah dari
Ratahan menggantikan Rooker, membaptis
34 anak-anak, dan kawinkan 8 pasangan.
Tahun 1908, di bawah Parengkuan, jemaat
Protestan 747. Katolik 87. Total penduduk Rurukan 834. Pendeta Langevoort
melakukan pembaptisan 37 penduduk (1 dewasa 35 anak-anak), sidi 40 orang dan
kawin 4 pasang.
Tahun 1909, jemaat dipimpin Parengkuan,
dengan anggota sebanyak 769.
Jemaat Rurukan tahun 1910 dilayani Parengkuan
sebanyak 780 orang. Evangelisasi Pendeta Langevoort membaptis 25 orang (1 orang
dewasa dan 24 anak-anak), serta kawinkan 7 pasangan.
Sekolah Gubernemenen Rurukan kemudian
ditangani Kweekeling E.Togas yang awal Januari 1896 diberhentikan. Bertugas berikut
adalah guru Gerrit Johannis Palar (ayah Babe Palar) sampai tahun 1907. Palar lalu
pindah memimpin Sekolah Gubernemen nomor 2 di Matani (sekarang SDN II),
kemudian sebagai School Opziener (pengawas
sekolah) dan anggota Minahasaraad. [1]
Sekolah Gubernemen Rurukan kelak hilang.
Sekolah Genootschap (sekarang SD GMIM) didirikan kembali bulan Agustus 1913.
Katolik pun membangun sebuah sekolah. ***
-------
[1].Gerrit Johannis Palar, ayah Babe Palar dalam banyak tulisan disebut sebagai pemimpin Sekolah
Genootschap, mestinya Sekolah Gubernemen.
·
Sumber
foto: Jootje Umboh.
Sumber tulisan: Buku ‘’Riwayatmu Tomohon’’ 1986,
buku ‘’Tomohon Kotaku’’ 2006, naskah ‘’Tomohon Dulu dan Kini’’. Juga
Mededeelingen van wege het Nederlandsche Zendelinggenootschap serta Algemeen
Verslag van den Staat van het Schoolwezen in Nederlandsch-Indie.