Minggu, 15 September 2019

Misteri Kubur Mattern






Kubur Belanda tahun 2006.





Selama ini dipercaya kalau Zendeling pertama Tomohon Johan Adam Mattern dikuburkan di Manado. Ternyata, dari berita-berita NZG (Nederlandsch Zendeling Genootschap), ia dikuburkan di Tomohon. Namun, dimana persis lokasi kuburannya di Tomohon tidak diketahui dengan pasti.

Adam Mattern, lahir di kota Spiers Rhijn-Beiren (sekarang Jerman) 25 Juli 1807. Ia menempuh pendidikan untuk menjadi pekabar injil selang tahun 1829 sampai 1832 dari Pendeta J.W.Rückert di Institut Jaenicke di Berlin Jerman dan di sekolah pelatihan Zendeling di Rotterdam Belanda.

Tahun 1835 bersama Carl Traugott Herrmann, ia diutus ke Sulawesi, sementara kawan lainnya C.L.Ruden di Ambon (pos di Saparua). Herrmann kemudian ditempatkan di Amurang dan Mattern di Kema.

Keduanya tiba di Manado 1836.

Mattern dipercayakan pula menangani percetakan NZG untuk mencetak buku pelajaran. Tapi pada bulan Juni 1837 Mattern masih di Manado. Ia diharapkan segera berada di Kema dan mengoperasikan mesin cetak untuk menyediakan buku teks dalam bahasa Melayu dan bahasa daerah Minahasa.

LEMAH
Ternyata di Manado, Mattern sementara bekerja keras mengerjakan salinan buku permainan sebanyak 2.000 eksemplar, dan pada bulan April ketika tengah mengerjakan buku sejarah Alkitab dari Wester, ia terkena penyakit yang dikenal dengan nama zwakheid (kelemahan, bahasa Manado suak) yang hebat.

Mattern dinasihati dokter untuk pergi ke tempat tinggi. Ia memilih beristirahat di Tondano di rumah Zendeling Johan Friedrich Riedel. Setelah sembuh, bulan Juni Mattern kembali ke Manado untuk melanjutkan pekerjaannya.

Ia disarankan mencari pembantu di percetakan dari penduduk setempat. Juga secepatnya kawin, karena seorang istri akan berkontribusi banyak dalam pekerjaan penginjilan.

Bulan November 1837 tunangannya Nona Jacoba Oudshoff tiba di Manado. Keduanya diharapkan segera pindah ke Kema untuk melaksanakan tugasnya melanjutkan percetakan sekaligus tugasnya sebagai pekabar injil.

Tapi, pimpinan NZG kemudian merubah keputusannya. Mattern ditetapkan bekerja di Tomohon, karena alasan kesehatannya. Ia mulai bekerja di Tomohon bulan Juni 1838.

Tomohon adalah tempat dimana usaha pengkristenan paling sedikit dilakukan, dimana hanya ada satu sekolah yang tersisa, dengan pengunjungnya tidak lebih dari 40 atau 50 anak. Sama sekali tidak ada orang Kristen.

Posnya dianggap strategis dekat dengan pos para Zendeling lain. Ia tetap bertanggungjawab menjalankan percetakan NZG yang ikut di bawa ke Tomohon. Untuk meringankan pekerjaannya di percetakan, ia dibantu tiga orang helper.

Mattern berhasil membuka dan dipercayakan menilik banyak sekolah. Dari laporan NZG tahun 1840, disebut kalau ia mengelola 56 sekolah, dengan 3.837 pelajar yang terdaftar. Ia dipuji karena hanya dalam tempo tiga tahun terakhir, berhasil mendirikan 28 sekolah diantaranya.

Namun, kemudian Mattern terpukul. Tanggal 8 Oktober 1840, istrinya Jacoba Oudshoff meninggal ketika melahirkan anak ketiga, yang menyusul meninggal. Putera tertuanya baru berusia hampir dua tahun. Pendidikan bagi anak-anak gadis yang ditangani istrinya jadi terbengkalai, padahal buah karya suami-istri tersebut telah memberi harapan yang sangat baik.

Ia telah terpukul tahun sebelumnya (1839), ketika penyakit anak menghajar para muridnya. Selain banyak anak, ikut menjadi korban adalah para guru sekolah dan calon guru (kweekeling, murid piara). Akibat lain, sekolah tutup, dan anak-anak terpencar. Yang kembali baru sebagian.

Kendati demikian, dicatat pula banyak anak-anak mengalami kemajuan. Sementara jumlah sekolah telah menjadi 65. Namun, Mattern tetap menghadapi sikap ketidakpedulian orang tua serta kesalahpahaman dari banyak kepala.

Tahun ini Mattern membaptis delapan muridnya yang sebelumnya masih kafir serta dua orang dewasa lain.

Laporan NZG tahun 1841 mencatat kondisi Mattern yang menyedihkan. Kematian istrinya di tahun 1840 memberikan pengaruh yang merugikan di tempat kerjanya. Bukan hanya para gadis yang diajar istrinya (anak piara), tetapi para muridnya (murid piara) ikut terpengaruh.

Selain itu kesehatannya menurun.

Dalam suratnya yang mencatat kegiatannya selang tahun 1841 ia menyebut beralih ke pekerjaan di luar. Selingan ini memberinya semangat dan keberanian baru ketika di bulan Maret, ia membaptis beberapa penduduk.

Pada tanggal 21 bulan itu, ia mencatat: ’’Kemarin saya bisa percaya pada iman saya dan harapan saya agar kerja kita tidak sia-sia. Saya memberikan baptisan kepada sepuluh orang.'' 

Tanggal 17 Oktober, Mattern membaptis 8 orang lagi. Ia bergembira bahwa pekerjaannya tidak sepenuhnya tidak membuahkan hasil.  

Mattern menyinggung tentang Kepala Distrik (disebut Opperhoofd) Sarongsong sebagai Walian yang tetap bertahan dengan agama leluhur, dan tekadnya untuk lebih banyak melakukan pendekatan. Pendekatan dilakukannya pula terhadap Kepala Distrik Tomohon. Pada kesempatan perayaan foso, ia memberi peringatan serius kepadanya dengan air mata melanda dirinya. ‘’O, dia mungkin dimenangkan bagi Tuhan,’’ tulisnya.

Namun, Mattern tetap memberi porsi besar pada pekerjaannya di percetakan. Buku bacaan, antaranya yang dicetak tahun 1840 sebanyak 900 salinan, dengan beberapa tambahan, dicetaknya ulang sebanyak 1.900 salinan.

Ia merasakan kekurangan mendesak akan Injil Melayu, dan buku nyanyian puji-pujian, sehingga dicetak ulang. Ia pun menerbitkan buku pertanyaan (katekismus) dalam bahasa Tombulu, yang menjadi tulisan cetak pertama dalam bahasa ini, sekaligus bahasa pertama dari bahasa-bahasa Minahasa.

Mattern sudah fasih bahasa Tombulu. Sebelumnya ia bersama istrinya yang telah meninggal (Jacoba) telah fokus mendalami bahasa ini selama beberapa waktu. Bahkan istrinya ikut bekerja dengannya menyelesaikan buklet itu.

Mattern bersyukur bahwa jumlah pendengarnya tahun ini meningkat, dan terus menerus muncul orang yang berhasrat untuk dibaptis. Ia pun bersyukur, karena kondisi sekolah dalam asuhannya kembali teratur dan semakin maju. Dari 770 murid di 14 sekolah, yang relatif baik, dicatat 550.

Tahun 1841 ini Mattern menikah kembali. Ia ke Ternate, dan tanggal 9 Juli kawin dengan putri Zendeling leeraar Ternate Jungmichel. Istri barunya diharapkan NZG dapat mengikuti jejak dan karya dari Jacoba, istri pertama Mattern.

Tapi penyakit telah menggerogotinya. Riedel dalam surat kepada pengurus NZG di Rotterdam Belanda 13 Desember 1842 mencatat Mattern jatuh sakit tanggal 18 November, dan semakin berat dari waktu ke waktu. Mattern menghubungi Riedel 29 November dan pergi berobat ke Manado. Dokter (Julius Cesar Louis Brasse) menuntutnya agar ia pindah di Manado.

Di Manado, Mattern tinggal menumpang di rumah Hermann Carl Dircks, guru Sekolah Belanda (Gouvernement Lagere School) Manado, dimana ia mendapatkan perawatan dan perhatian besar.

Namun penyakitnya terus memburuk, dan pada 7 Desember 1842 Mattern meninggal dunia.

‘’Tanggal 8 Desember, jenasahnya diusung dari Manado ke Tomohon, dan diantar oleh beberapa teman, termasuk Schwarz dan Wilken dan saya. Sesuai dengan keinginan almarhum, dimakamkan di sebelah istrinya,’’ tulis Riedel. 

Schwarz dimaksud adalah Johan Gottlieb Schwarz, Zendeling Langowan, sementara Wilken adalah Nicolaas Philip Wilken Zendeling Tanawangko yang kelak ditunjuk menggantikan Mattern di Tomohon.

KELUARGA.
Menurut Riedel, Mattern meninggalkan satu janda muda, dan dua anak. Putra tertua dari istri pertama, diasuh oleh guru Dircks.

Almanak van Nederlandsch-Indie lebih memperjelas keluarganya. Mattern kawin dengan istri pertama yang bernama lengkap Johanna Jacoba Oudshoff di Manado pada tanggal 4 Januari 1838. Status Mattern ketika itu sudah dicatatkan sebagai Zendeling Tomohon.

Putra pertama yang nanti diasuh guru Dircks adalah Jan Adriaan Mattern, lahir 28 Desember 1838.

Perkawinan kedua Mattern dengan putri Predikant Ternate Johann Christoph Jungmichel bernama Johanna Eleonora Petronela, menurut Almanak, berlangsung di Ternate tanggal 9 Juni 1841.

Mattern sempat menyaksikan kelahiran putranya dari istri kedua pada 22 April 1842. Anak ini diberi nama Johan Alexander Willem Herman Mattern.

Sepeninggalnya, hanya berselang setahun, istri keduanya Johanna Jungmichel ikut meninggal tanggal 25 Juni 1843.

KUBUR BELANDA
Menjadi misteri, karena kubur Mattern selama ini dianggap berada di Manado, sehingga ketika makam penggantinya Nicolaas Philip Wilken ‘ditemukan ulang’ tahun 1991, kubur Mattern tidak menjadi perhatian. Padahal, kalau dihitung, berdasar laporan Riedel, sudah hampir 177 tahun ia terbaring di bumi Tomohon.

Sejumlah kubur di kompleks pekuburan umum Talete di Kelurahan Talete Satu sejak lama dikenal sebagai Kubur Belanda. Lokasinya mungkin di masa kolonial dirancang untuk kubur banyak orang Belanda di Tomohon. Namun, seiring waktu telah disesaki kubur masyarakat. 

Mungkin masih ada kubur orang Belanda lain di luar kompleks makam Wilken, selain yang ada di tempat-tempat tertentu. Pendeta J.W.Korompis mencatat di lokasi depan rumah besar yang pernah ditempati Pdt.A.Z.R.Wenas di Talete Satu sebelum pindah ke Kamasi (sekarang dekat gerbang masuk utama rumah sakit Bethesda) yang juga di masa pelayanan Mattern dan Wilken menjadi area rumah mereka, terdapat kubur seorang Belanda yang tidak diketahui namanya.

Di kompleks Kubur Belanda sendiri hanya enam kubur yang dipugar Badan Pekerja Wilayah Tomohon tahun 1993 (diresmikan bulan Juli).

Yang dikenal selama ini 3 kubur. Nicolaas Philip Wilken (meninggal 22 Februari 1878), istrinya Marie Elisabeth Hoedt dan Nona Gijsbertha Catharina Krook, Direktur Meisjesschool yang meninggal karena kolera 16 Maret 1886.


Belum diketahui pula kalau 2 anak dari Mattern dikubur di tempat ini. Termasuk 2 anak Wilken, yakni Karel Elisa Wilken yang meninggal ketika masih kecil tanggal 9 Oktober 1853, serta Henrietta Frederika Wilken 12 Desember 1856. 1]

Selain itu ada istri dari Hulpprediker Jan Louwerier (pengganti Wilken) bernama Anna Maria van Leenhoff yang meninggal di Tomohon tanggal 28 Juni 1901 dan dikuburkan di Tomohon.

Apakah dua kubur lain di situ adalah kubur dari Mattern dan istri pertama Jacoba, perlu diteliti.

Kalau benar demikian, kubur mereka semestinya dipelihara, karena jasa-jasa keduanya sangat besar. Jasa Mattern tidak kalah dengan jasa Wilken serta jasa Louwerier. Jasa Jacoba Oudshoff dan Marie Hoed (tentu juga Anna van Leenhoff) tidak terpisahkan dengan buah karya suami mereka, terlebih bagi kaum wanita (anak piara) yang dibekali berbagai ketrampilan dan pengetahuan yang ketika itu belum diketahui, yang kemudian menularkannya kepada semua orang.

Termasuk pula kubur lain, selayaknya dipugar, karena merupakan satu kesatuan utuh. Meski terlupakan, mereka telah menorehkan karya abadi untuk kemajuan yang dicapai Tomohon sekarang. ***



1] Menurut Jonkvr.H.S.de la Bassecour Caan yang menulis biografi N.Ph.Wilken ada lima anak Wilken yang meninggal di Tomohon mendahului Wilken dan istrinya.
 

·         Foto:Didi Defdy Sigar.
·         Sumber tulisan: Maandberigt van het Nederlandsche Zendelinggenootschap 1835-1843, dan Almanak van Nederlandsch-Indie 1839,1840,1842,1857,1858.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.