Rabu, 11 September 2019

Tinoor, Aitoor dan Tinooran







Batu Tumotowa Tinoor.



Biasanya peristiwa dan asal tercetusnya sebuah negeri di Tomohon memunculkan versi. Tinoor, sekarang dua kelurahan di Kecamatan Tomohon Utara juga demikian. Versi para tetuanya, Tinoor berasal dari kata toor bermakna berdiri, atau aitoor atau tumoor berarti didirikan atau dibangun.

Konon, pada akhir abad ke-18, ditaksirkan tahun 1775, bahkan ada versi tahun 1800, Kepala Balak Kakaskasen yang berkedudukan di Lotta (penduduk acap menyebut Raja Lotta) adalah Majoor Sahiri ‘Masairi’ Parengkuan. Sering kali Majoor Sahiri melihat dua orang penduduk suku Tontemboan dari Tolok (ketika itu negeri di Distrik Tompaso, sekarang kecamatan senama di Minahasa) bernama Lumintjewas dan Rantung. Keduanya biasa pergi ke pantai Manado untuk membuat garam (mendonasin) dengan cara dibakar. Garam selalu menjadi kebutuhan vital masa itu.

Situasi keamanan yang masih rawan, antaranya masih banyak terjadi pengayauan, penculikan dan pembegalan tidak mengurangi tekad mereka untuk pergi ke Manado. Keduanya dikenal sakti sebagai pahlawan-pahlawan pemberani, masih berkerabat dekat, karena Rantung mengawini saudara wanita Lumintjewas.

Tempo dulu ruas jalan dari Tomohon dan Lotta--masih lewat Kinilow--belum selebar sekarang, hanya dapat dilewati kuda, dan selebar satu-dua orang berjalan berdampingan, meski budaya masa itu orang akan selalu beriringan. 

Di Lotta, ibukota balak ketika itu, ruas jalan dikisah mesti melewati kolong rumah besar dari Majoor Masairi. Dan di rumah inilah, ia selalu memperhatikan, dan mendengar keberanian dari mereka berdua. Majoor Masairi sendiri suka mengumpulkan orang-orang kuat untuk melawan Bantik, musuh tradisionalnya. Gaya rumah pemimpin yang seperti menyumbat ruas jalan demikian di tahun 1821 masih ditemui Prof.Dr.Caspar Georg Karl Reinwardt ketika berkunjung di Tondano.

Majoor Masairi segera mengangkat Lumintjewas (ada menyebutnya juga Sumual) dan Rantung menjadi pengawal pribadinya. Keduanya telah menunjukkan keperwiraannya dalam perang yang terjadi dengan Bantik. Lotta ketika itu hampir dapat diduduki, namun keberanian keduanya berhasil menangkis bahkan membalikkan keadaan.

Kisah tetua keturunan Dotu Purukan, tindakan keduanya untuk menahan serbuan musuh adalah dengan melakukan Pekuk, yakni memberi tanda batas dengan menancapkan tawaang rindang di sipat-sipat penjuru negeri Lotta. Akibatnya musuh, bahkan binatang sekali pun tidak dapat melewatinya, sehingga Lotta menjadi aman tenteram. 

Perang besar terakhir antara Bantik dan Kakaskasen terjadi tahun 1764 berkait masalah Malalayang. Ketika itu Tateli negeri besar Kakaskasen di pantai hancur, dan Lotta ibukotanya dibakar. Kemudian pula perang di tahun 1789, dimana dua pertiga penduduk Tateli menjadi korban. Namun, perselisihan-perselisihan masih berlangsung hingga Majoor Mainalo, putra Masairi berkuasa di Balak Kakaskasen.


Sukses membantunya, Masairi semakin mengasihi keduanya. Ia yang hanya memiliki seorang putra, yakni Mainalo, mengangkat mereka berdua menjadi anak angkat (meski ada versi hanya Lumintjewas diangkat anak). Ia pun menggantikan nama Lumintjewas dengan nama baru Purukan, yang dalam bahasa Tontemboan berarti di atas, sedangkan Rantung diganti menjadi Pangkey, dari kata Pa’key bemakna penurut.

Ketika meninggal, jabatan Kepala Balak Kakaskasen digantikan putranya Mainalo, sedangkan Purukan dan Pangkey diwariskan tanah Tinoor. 1]

Keduanya lalu membangun negeri Tinoor, masih bertempat di negeri lama Mawale sekarang. 2]

VERSI WILKEN
Pekabar injil Tomohon, Zendeling Nicolaas Philip Wilken yang mengkristenkan dan mendirikan Jemaat Tinoor tahun 1860 memberi versi lain kisah terbentuknya negeri ini.

Wilken menyebut asal tercetusnya nama Tinoor adalah dari kata Tumoor berarti selesai, atau Mahatoor berarti tetap atau abadi. Kemudian juga dari Tooren bermakna sudah diatur, dan Tinoor, yang berarti telah berdiri. Selain itu dapat dari kata Tinooran, bermakna dimana telah didirikan.

Legendanya, menurut Wilken dalam Mededeelingen NZG yang terbit tahun 1863, suatu ketika terjadi perang antara Distrik Kakaskasen dengan Distrik Bantik, karena Bantik ingin membangun satu negeri di Waku. 3]

Konon, kerumunan mati di kedua belah pihak, dan banyak kepala dilarikan.

Seorang pria muda berhasil meloloskan diri, dan di tepi sebuah sungai bersandar di sebatang pohon dengan kesal.

Ketika orang menemukannya di sini setelah perang sudah berakhir, sungai itu disebut Tinooran, tempat telah didirikan, dan seiring waktu menjadi Tinoor.

Negeri yang nanti dibangun, menerima nama yang sama.

Dimana lokasi Waku ini sulit dikirakan. MAR Sondak, sejarawan Tinoor, mengungkap di utara Tinoor, dekat Warembungan terdapat lokasi yang kemungkinan kuat adalah Waku, yang sekarang bernama Winereyan yang mengandung pengertian tempat digantung, dimana kepala kayauan digantung. 

Hadis Bantik sendiri mengklaim pernah mendirikan pemukiman di dekat Tinoor yang diberi nama Bineheyan dengan dipimpin tokoh bernama Humopa. Tapi, pemukiman tersebut telah ditinggalkan.

DUA PEMUKIMAN
Pendirian negeri Tinoor ditandai dengan peletakan batu Tumotowa, yang lazim dilakukan saat tumani sebuah negeri, baik di suku Tontemboan dan Tombulu. Namun, penancapan batu sakral di masa silam ini dikaitkan pula dengan peristiwa di masa berikut ketika pemukim asal Tontemboan berselisih dengan pemukim Tombulu berkaitan pemanfaatan perigi Pa’asuan ne Sumonder ketika terjadi masa kemarau panjang. Perdamaian di bawah Walian Rompas dilakukan di batu tersebut sehingga batunya disebut pula batu damai.  



Memang, setelah Purukan dan Pangkey membangun Tinoor dengan mendatangkan sanak keluarganya dari Tolok, pemukim Tombulu dari Lotta pun datang berdiam di sini di bawah keluarga Toreh dan Tangkere. Satu kisah para pemukim Tombulu awal ini sebanyak 20 kepala keluarga dipimpin Asa Tangkere dan Muma Toreh.

Pemukiman orang Tontemboan dipimpin Purukan kemudian diganti Pangkey. Sementara Tombulu di bawah Asa Tangkere dan kelak diganti Muma Toreh.

Setelah perdamaian antara pemukim Tontemboan dan Tombulu yang dihadis terjadi tahun 1841, kepemimpinan Tinoor jadi bersatu, di bawah Muma Toreh.

Peristiwa gempa bumi dahsyat 8 Februari 1845 telah mengakibatkan perumahan penduduk hancur dan jatuhnya korban jiwa. Penduduk bersatu pindah ke lokasi Tinoor sekarang, di bawah pimpinan Rundeng Purukan yang dianggap menjadi Hukum Tua pertama. ***



           ------
1].Hingga tahun 1980-an penduduk Tinoor dari fam Purukan dan Pangkey masih mengambil ikan di telaga besar Pineleng yang menjadi kolam kalakeran keluarga besar Parengkuan.
2].Satu keputusan Landraad (pengadilan) Manado tanggal 15 September 1936, diteken ketua Mr.B.E.R.N.D.Engelbert van Bevervoorde menegas kepemilikan tanah di Tinoor adalah sebagai warisan dari pendirinya Dotu Purukan, leluhur keluarga Purukan, yang memberikannya kepada negeri, dimana hak pakai dapat gugur, dan jatuh kembali ke tangan bestuur (pemerintah) negeri.
3]. Johann Albert Traugott Schwarz (Zendeling Sonder) dalam tulisan di Mededeelingen Desember 1877 mendefinisikan toor, tumoor dan matoor sebagai berdiri atau bangun. Sementara Tinoor sebagai satu pertanggungjawaban atau sebuah kewajiban (een passivum), sebagai apa yang ditinggalkan atau berdiri. Disebut demikian, karena benda-benda ini, dengan titik tajam ditikam di tanah, tetap berdiri. Ini pun dikaitkan dengan pelaksanaan foso (persembahan atau pengorbanan), yang dilaksanakan di lesar, lapangan di mana negeri yang ditahbiskan berdiri, menggunakan tinoor, sumperang dari bambu atau juga rotan dalam keranjang berisi makanan dan minuman untuk persembahan, dengan tinoor ditancapkan di dekat sumperang. Sementara pada pelaksanaan foso di rumah, menggunakan 6 tinoor. Tiga tinoor ditancap di sudut barat daya di bawah tiisan rumah. Satu tinoor di tempatkan di sudut tenggara, satu di sudut timur laut dan satu lagi di sudut barat laut.


Sumber foto: Bryan Nimitz Sondak tahun 2018 dan 2008.
Sumber tulisan: Buku ‘’Riwayatmu Tomohon’’ 1986, buku ‘’Tomohon Kotaku’’ 2006, naskah Tomohon Dulu dan Kini’’;  buku ‘’Sejarah Desa Tinoor’’ oleh MAR Sondak, Mededelingen NZG, dan kisah-kisah Hendra Purukan.        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.