Sabtu, 15 Juni 2019

Pencipta Dung Nenek Dung Tetek






Dung Nenek Dung Tetek adalah lagu rakyat Minahasa yang terkenal. Siapa pun orang Minahasa, tua, muda bahkan anak-anak, mengetahui lagu dengan lirik bahasa Manado dan campuran aneka dialek Minahasa ini.

Aneka bahasa Minahasa, sebab orang menyanyikannya dalam logat Tombulu, Tontemboan, Toulour dan yang seakan membaku bahasa Tonsea. Boleh dibilang membaku Tonsea, karena rata-rata unjuk dan gelar lagunya, baik di pentas lokal, nasional bahkan internasional, entah dinyanyikan biduan terkenal atau pun kelompok paduan suara, adalah versi campuran bahasa Tonsea.

Tapi, dimana-mana tempat, kalau ditanya siapa penciptanya, tidak ada yang mengetahui persis orang dan asalnya.

Apa benar demikian?

Saya sendiri telah awal mendengar kisah terciptanya lagu ini di permulaan tahun 1980-an silam.

Untuk mengecek saya coba bertanya di mana-mana.

Di dekade 1980 dan 1990-an ketika saya biasa ke sana-ke mari di empat penjuru Tanah Minahasa (selain gemar mendengar kisah-kisah sejarah tempatan dari para tua-tua, kebetulan karena pekerjaan ketika itu di media), saya suka-suka menanya pada tua-tua, muasal dan siapa tokoh di balik terciptanya lagu Dung Nenek Dung Tetek ini.

Kebanyakan jawaban yang diperoleh, ‘’’orang tua kita.’’ Atau, ‘’orang Tonsea,’’ kalau di Tonsea, ‘’orang Toulour,’’ kalau di Tondano. Atau ‘’orang Tombulu,’’ kalau di Tomohon dan Tombariri. Bahkan ‘orang Tontemboan,’’ kalau di Kawangkoan atau Amurang. Dan, seterus-seterusnya.

Hanya klaim-klaim tersebut tidak bermuara pada legendanya. Tidak ada kisah dan sejarahnya.

Kembali ke awal tahun 1980-an, ketika saya mencoba menyusun buku sejarah Tomohon, saya mendengar dari beberapa tua di Woloan (sekarang empat kelurahan di Kecamatan Tomohon Barat) legendanya.

Ternyata, umur lagunya masih terbilang muda. 

Sayang, tokoh utama kisah di Woloan ini sudah meninggal di akhir tahun 1950-an. Tapi, saya sempat bertemu dengan jandanya, dan mendengar cerita lengkap terciptanya lagu tersebut.

Sang Nenek yang bernama O (saya inisialkan nama tanpa fam, kebetulan juga telah meninggal di awal tahun 2000-an) mengisahkan suaminya yang bernama Tetek A (sama inisial nama depan) yang menjadi sebab dan pangkal terciptanya lagu yang belakangan menjadi populer di mana-mana.

Masa itu, tahun 1944, ketika Jepang telah dua tahunan berkuasa di Minahasa, dan penduduk Woloan telah banyak mengungsi di kebun-kebun. Tetek A yang telah menduda setelah istri pertama meninggal (untuk diketahui Nenek O baru kemudian menjadi istri kedua), jatuh cinta dengan seorang wanita berasal negeri tetangga Pinaras (sekarang kelurahan di Kecamatan Tomohon Utara) yang letaknya tidak terlalu jauh dari kebun tempat Tetek A membangun sabuahnya.

Dari sembunyi-sembunyi, akhirnya hubungan mereka tersiar di mana-mana. Sobat dan kenalan dekat Tetek A menggodanya dengan pantun aksen Manado yang kelak menjadi bait lagu tersebut. Orang-orang Woloan memang terkenal mahir, bahkan sangat lihai mencipta lirik-lirik lagu seperti dalam Mahzani ketika bekerja Mapalus di kebun.

Konon, berbalas pantun merupakan awal terciptanya lagu tersebut. Lirik kedua merupakan balasan dari Tetek A. Jawaban Tetek A kepada penggodanya ketika itu adalah supaya jangan trosol atau jangan mengganggu, menjadi pelengkapnya.

Maka, dari sekedar baku sedu berbalas pantun menggoda Tetek A di kebun, akhirnya nyanyian campuran bahasa Manado dan Tombulu itu meluber hingga ke enteru negeri, ke penjuru Tomohon. Bahkan kemudian meraksasa hingga penjuru Minahasa.

Bole percaya, bole tidak. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.