Tomohon setelah berstatus Kota semakin maju dan tambah luas. Tapi di akhir tahun 1940-an dan awal tahun 1950 Tomohon masih merupakan kota kecil yang asri dan sejuk. Masih berstatus kota distrik, dipimpin seorang Hukum Besar (di Jawa setingkat wedana), dengan dibantu Hukum Kedua (tahun 1966 menjadi Camat) yang memimpin distrik bawahan atau distrik kedua atau di masa kolonial Belanda masih disebut onderdistrik.
Distrik Tomohon ini mencakup Distrik Bawahan Tomohon, Tombariri dan sejak tahun 1951 bertambah bekas Distrik Manado (di luar Stad Manado sendiri) yang terdiri distrik bawahan Manado Selatan Luar Kota (Zuid Manado, jadi Kecamatan Pineleng), dan Manado Utara Luar Kota (Noord Manado, jadi Kecamatan Wori).
Ciri khas pusat kota Tomohon ketika
itu adalah Gereja GMIM Sion di Paslaten dengan perkantoran Sinode GMIM, Gereja
Katolik di Kolongan, bioskop Sonya dan kantor distrik di Kamasi, pertokoan dan
rumah kopi di seputaran Kamasi, Kolongan dan Paslaten. Kemudian juga rumah
sakit Kristen Protestan Tomohon di Kamasi (jadi Bethesda) dan rumah sakit Marienheuvel
(Gunung Maria) di Kolongan. Selain itu bangunan-bangunan khas, seperti rumah
pendeta di Talete, rumah Uskup Manado di Paslaten, Sint Walterus, dan banyak
lagi.
Status lain kota Tomohon adalah kota
pendidikan, karena terdapatnya banyak sekolah yang muridnya berasal bukan hanya
dari Tomohon dan Sulawesi Utara, tapi juga dari kawasan timur Indonesia. Ada
Sekolah Pendeta (bekas STOVIL), sekolah-sekolah tingkat atas terkenal seperti
sekolah menengah atas di Kaaten yang masih bernama Algemeen Middelbare
School (AMS) milik pemerintah (sekarang SMA Negeri), dan sekolah guru atas yang
disebut Staatskweekschool juga milik pemerintah (sebelum dihapus bernama
SPG Negeri). Tentu juga banyak sekolah lain milik GMIM dan Katolik yang
ternama.
Yang khas sekali Kaaten di Matani,
bukan hanya karena adanya Sekolah Nona (Meisjesschool) tapi juga
terkenal sebagai Kampung Belanda, karena hampir semua pejabat Belanda di
Keresidenan Manado bermukim di sini.
Memang, Tomohon masa itu menjadi
ibukota Keresidenan Manado yang meliputi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan
Gorontalo. Kota Manado yang porak-poranda akibat Perang Pasifik menyebabkan
pusat pemerintahan dipindah di Tomohon. Akibatnya Tomohon banjir pegawai,
termasuk dengan pejabat-pejabat militer tertinggi kolonial.
Awal bulan November 1945, Letnan
Kolonel Louis Coomans de Ruiter menjadi Residen (disebut Conica) Manado yang
pertama berkantor dan tinggal di Tomohon. Kompleks sekolah menengah pertama
yang banyak dibanggakan yakni Christelijk MULO (Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs) yang berada di puncak Kuranga (kepolisian Kakaskasen) diambil
jadi markas pemerintahan. Kompleks Katolik di Kolongan termasuk biara Walterus
juga pernah dimanfaatkan.
MULO Kristen yang jadi kantor Residen Manado. |
Bangunan sekolah pendeta (STOVIL) di pusat kota (Paslaten Satu) dipakai kepolisian. Gedung Noormalschool Katolik (sekarang ditempati SMP Gonzaga, Paslaten Dua) ditempati sebagai markas besar KNIL Sulawesi Utara-Tengah dan Maluku Utara dengan pasukan inti dari Kompi 142. Juga awal-awalnya sebagai markas pasukan Sekutu dari Australia di bawah pimpinan Letnan Kolonel A.Muir.
Kemudian Poliklinik GMIM di Kamasi
digunakan sebagai kantor Pemerintah Daerah Minahasa yang masa itu dipimpin
asisten residen. Baru tahun 1948 kantornya pindah ulang ke Manado. Bangunan
Normaalschool GMIM (kelak SPG Kristen) di Kuranga (bagian Talete Dua) dipakai
untuk Percetakan Negara.
Residen berikut yang bekerja dan
tinggal di Tomohon adalah J.Oberman (berkuasa Maret 1946-Juni 1946). Kemudian
Dr.Hermanus Hendricus Morison (Juni 1946-Maret 1949),dan terakhir Dr.Marinus
Boon.
APA
dan SIAPA
Masa Residen Boon, bangunan bekas
MULO Kristen di Kakaskasen (sekarang ditempati UKIT, sementara persekolahan
MULO pindah di Paslaten lalu jadi SMP Kristen di Kaaten (kepolisian Paslaten
Dua), dimanfaatkan berbagai pejabat serta dinas-dinas, bahkan melebar hingga ke
sejumlah bangunan di bagian bawah hingga ke Pasanggrahan (sekarang kantor KPU
yang berada di bagian Talete Dua).
Terdapat kantor-kantor untuk Residen
Boon dengan pejabat intinya, seperti Sekretaris Residen, Komis Kepala, dan
bagian arsip. Kemudian pula kantor-kantor untuk dua Asisten Residen, yakni
J.T.Spijker dan Mr.P.van Hoeve serta Kontrolir D.F.Uchlenbeck. Kesemua pejabat
Belanda ini tinggal di vila-vila yang ada di Kaaten.
Jawatan dan dinas lain yang ikut
menempati dan berada di kompleksnya adalah Dinas Penyuluhan Pertanian (Landbouwdienst
voorlichtingdienst) dengan ruang-ruang kepala serta konsulennya, Dinas
Pengairan (Waterstaatsdienst), serta kantor Perbendaharaan yang masih
disebut Centraalkantoor voor de Comptabiliteit atau lebih dikenal dengan
singkatan CKC. CKC memiliki bagian urusan gaji dan penerangan umum, juga urusan
pensiun dan tunjangan. Kemudian ada divisi personalia.
Kepala Dinas Pengairan Keresidenan
Manado adalah J.Tulaar (bernama lengkap Jonathan Rondonuwu Tulaar) yang
berpangkat insinyur kepala, bertempat tinggal di Kamasi (pemilik bioskop Sonya,
ayah Hans Tulaar). Kepala CKC adalah D.K.Mailangkay yang bertempat tinggal di
Kakaskasen juga.
Meski kantor pemerintah daerah
Minahasa telah dipindah ke Manado tahun 1948, tapi Kepala Daerah Minahasa (KDM)
yakni D.A.Th.Gerungan yang masih berstatus Kepala Pemerintahan Setempat (HPB, Hoofd
van Plaatselijk Bestur) tetap bermukim di Kakaskasen.
Ada pula Dinas Pendidikan
Keresidenan dengan Inspekturnya di Tomohon.
Kemudian Pengadilan dengan Jaksa (Officier
van Justitie) berkantor di Tomohon dan Manado yang dipegang Mr.F.W.Hopster
yang juga sebagai oditur militer serta tinggal di Kaaten. Jaksa Tinggi Pengganti
berikutnya yakni J.B.Musak tinggal di Talete. Lalu kantor Kehakiman (Magistraat)
di bawah B.T.Lumangkun kemudian Hakim Negara J.L.Rooroh bertempat di Tomohon,
sementara dua pembantu (adjunct) berada di Manado dan Tondano. Penjara
sendiri berada di Kamasi, di bagian belakang kantor distrik.
Selain itu ada kantor Algemeene
Oorlog Ongevallen Regeling (AOOR) untuk menangani korban akibat perang
dunia kedua. Sementara Dokter Keresidenan (Residentie-Arts) yakni dokter
Andries Lumanauw berkantor dan tinggal di Kaaten hingga meninggal di Tondano
awal tahun 1950.
Karena Keresidenan Manado masih masuk kawasan Negara Indonesia Timur (NIT) yang berpusat di Makassar, Kementerian Pendidikan menaruh perwakilannya berupa kantor Cabang Manado-Tomohon tapi berada di Tomohon, dengan bagian redaksi dan administrasinya. Rumah kepala kantornya yakni Alexander I.A.Pesik di Walian. Juga Kementerian Penerangan NIT menaruh kantor cabang di Tomohon dengan menempatkan A.B.H.Wawo Runtu sebagai kepala, termasuk Kementerian Sosial, dengan wakil A.F.A.Andries yang tinggal di Manado.
Kantor Distribusi Tomohon berada di
Wakan Kamasi, juga koperasi. Koperasinya terkenal dengan nama Pusat Koperasi
Minahasa (PKM), dengan balai di Kamasi.
Perlistrikan ditangani Electriciteitbedrijf
Manado-Minahasa (Perusahaan Listrik Manado-Minahasa) yakni NV (naamloze
vennootschap, sekarang PT) Overzeese Gas-en Electriciteitmaatschappy)
atau OGEM (sampai tahun 1970-an petugas PLN masih banyak disebut OGEM). Meski
direkturnya C.A.B.van Rhijn berkantor di Manado, tapi kantor cabang Tomohon di
Kuranga (lokasi PLN sekarang) sangat vital karena memasok banyak fasilitas
penting, termasuk dengan penyediaan gas.
Selain itu kantor pos dan telegraf
yang menempel di Kantor Distrik Tomohon di Kamasi. Sebelum dipindahkan ke
Manado ada dua instalasi vital dari Dinas Transportasi Radio yang dipimpin
M.S.Maderoem, yakni kantor Radio Seksi (radiosectie) 2 dengan rumah
kepala H.B.J.Tans di Talete, serta stasiun radio PTT di Kaaten.
Markas pasukan KNIL sendiri telah
kembali ke Manado di Sario, namun perwira tertinggi di Keresidenan Manado,
yakni Letnan Kolonel E.J.van Baarsel tetap di Tomohon, memimpin langsung depot
batalionnya, lengkap dengan barak. Perwira KNIL lain yang berumah di Tomohon
adalah Kapten Nieborg.Jabatan van Baarsel kemudian diserah terimakan kepada Kapten H.J.Lublink Weddik.
Namun, TNI (masih bernama APRIS)
telah menempatkan pasukan pula. Overste Joop Warouw (Jacob Frederick Warouw)
yang menjadi Komandan Komando Pasukan (Kom-pas) B mencakup kawasan Sulawesi
Utara dan Maluku Utara bermarkas di Tomohon, dengan bagian perhubungan (PHB). Warouw
sendiri tinggal di Kinilow.
Kepolisian berupa satu detasemen
polisi negara di Paslaten, dipimpin oleh Inspektur Kepala J.W.Dabroek, kemudian
diganti tahun 1949 oleh Inspektur Polisi klas 2 H.Ch.Rijnders yang
berumah di Kaaten.
Kantor Distrik Tomohon di Kamasi,
dipimpin oleh Hukum Besar H(endrik) R(eingardt) Ticoalu dengan Hukum Kedua
B.Y.’Tani’ Waworuntu lalu diganti Semuel George Alexander Roeroe (ayah
Prof.Dr.Willy Roeroe). Kepala Distrik tinggal di Kaaten.
Kantor Sinode GMIM dengan ketuanya
Ds.A.Z.R.Wenas berada di Paslaten, satu kompleks dengan Gereja Sion pindah dari
Kamasi setelah pembukaan rumah sakit. Kantor yang di tahun 1950 memiliki
telepon bernomor 14 ini sibuk dengan urusan pemberitaan injil di Minahasa dan
daerah-daerah Zending di Gorontalo, Donggala, Toli-Toli, Palu dan Parigi.
Kesibukan lainnya mengurus persekolahan Kristen baik rendah dan menengah,
menyelenggarakan rumah piatu dan orang miskin serta mengusahakan pengobatan dan
keperawatan. Menyelenggarakan urusan pemuda dan kaum ibu serta menyebarkan
majalah ’Berita Gereja’ dengan tawaran berlangganan setahun 6 gulden (rupiah),
juga mengurus penjualan buku-buku serta keperluan kantor dan sebagainya. Di
bagian Kamasi berada Urusan Persekolahannya, termasuk kios buku. Sekolah
Pendeta milik GMIM dipimpin oleh Ds.Manuel Sondakh yang di tahun 1951 mengganti
Wenas sebagai ketua sinode.
Media lain yang terbit dari Tomohon
ketika itu adalah suratkabar ‘Pelita’ yang dipimpin Achmad Sjechan Bachmid. Media ini merupakan corong resmi NIT. Tanggal 1 Februari 1950 koran ini bersama media lain 'Dagelijk Nieuws' digabung satu dengan nama baru 'Pantja Sila' dipimpin G.A.Muntu,
Tomohon masa ini pun menjadi pusat
Vikariat (sejak 24 Juni 1934) lalu Keuskupan Manado (sampai tahun 1968).
Vikaris Apostolik Mgr.Walter Panis MSC bertempat tinggal di Paslaten
(sekarang kompleks Kongregasi Bruder Tujuh Dukacita Santa Maria di Paslaten
Dua, pernah ditempati SLB Santa Anna dan biara Dolorosa).
Tokoh lain yang tercatat tinggal di
Tomohon menjelang akhir pemerintahan Belanda adalah Juru Lelang Eliezer Paat
(ayah Drs.Agust Eliezer Paat) dengan rumah di Matani. Direktur AMS pemerintah
Dr.A.B.Boelman di Kaaten. Pastor Tomohon Harry Keet MSC kemudian Martin Stigter
di Kolongan dan Pastor K.Miller di Woloan. Juga Frater M.Pacomius.
Dr.P.J.van Leuven di Kaaten,
Direktur Noormalschool Kristen di Kuranga, J.Rengersen yang menjadi Pengawas
Perkebunan (Cultuuronderneming) Tomohon di Kaaten, S.H.Liem di
Kakaskasen, Tong Sian Eng Direktur NV Handel Mij Lie Boen Yat&Co di Kaaten,
Zuzter A.A.v.d.Oord (Zr.Angelino), Zuster A.M.E.Moerel, dan banyak lagi.
TOKO
dan USAHA
Pertokoan tumbuh di pusat kota,
yakni di Kolongan, Paslaten dan Kamasi. Orang India dan Tionghoa yang
digolongkan sebagai orang timur asing (vreemde oosterlingen) mendominasi
dengan membuka toko dan rumah kopi. Tiga orang India yang terkenal di masa itu
sebagai Bombay memiliki usaha besar di Tomohon, umumnya menjual aneka jenis
kain.
Rewachand Wadhomaal di tahun-tahun
tersebut membuka Toko Bombay bernama Moerah yang kadang disebut Djempol, karena
slogannya. Tokonya menjual rupa-rupa kain dan pakaian untuk perkawinan.
Wadhomaal yang juga memiliki toko besar di Pasar Cita Manado ini dibantu kepala
toko bernama G.N.Relwani.
Tidak kalah dengannya adalah
saudagar Hotchand Kemchand, dengan rumah dan toko bernama Bombay, bukan hanya
di Tomohon, tapi ada di Tondano dan Manado (bernama Bombay Besar di Jalan
Lembong tahun 1950). Kemchandlah yang pertama membuka toko Bombay di Tomohon
tahun 1920-an. Ia bahkan memiliki toko Bombay Besar di Makassar.
Pengusaha India lain yang membuka
toko di Tomohon adalah R.Nandiram, dengan toko Bombay di Manado pula.
Barang kebutuhan sehari-hari banyak
dijual di toko dan usaha milik orang Tionghoa. Toko Sin Tiong umpama dari Sie
Yong Kian, yang juga memiliki toko di Manado, selain menjual berbagai barang
keperluan sehari-hari, juga menyediakan barang-barang luks dan kain.
Pengusaha lain Tionghoa terkenal
ketika itu adalah Thio Koen Hong. Kemudian ada Hoa Kiauw di Kakaskasen yang
berdagang kembang.
Ada pula toko milik orang Minahasa.
Yang besar adalah Toko Suka Maju di Kolongan dengan pemilik F.Lengkey (kelak
membeli lokasi kantor distrik di Kamasi). Tokonya menjual rupa-rupa barang.
Saudaranya J.Lengkey membuka toko besar bernama sama Suka Maju di Jalan Pasar
Ikan Manado.
Pengusaha Minahasa lain yang
menjalankan toko di Tomohon adalah N.Tambuwun, dengan toko bernama Kawanua.
Kerabatnya A.L.Tambuwun membuka toko di Manado bernama Kawanua Store.
Terkenal masa itu adalah NV
(sekarang PT) bernama Pesmi di Kuranga, singkatan dari Persatuan Sopir Montir
Indonesia dengan cabang di Wawalintouan Tondano, bahkan perwakilan Jakarta di
Pegangsaan Timur di Jalan Kalasan nomor 20.
Pesmi menyewakan oto dan
otobus, juga sedan dan pick up, termasuk mengangkut hasil bumi atau barang
dagangan dengan truk, serta mereparasi oto atau barang-barang besi dengan
bengkel besar. Pesmi pun memiliki sekolah montir dengan melatih kursus sopir
atau montir selama satu tahun. Sopir-sopir bus masa itu, bukan hanya dari
Tomohon, tapi dari penjuru Minahasa, banyak adalah lulusannya.
Sebelumnya, dikenal pula toko Yamata
di Kamasi, mengambil nama pemiliknya yang berasal Jepang, serta toko Soen Seng
kepunyaan Ong Soen Hoei.
Berfungsi sebagai ibukota dengan
banyak pendatang, di Tomohon pun dibuka sejak akhir tahun 1940-an sebuah hotel
di Walian bernama Hotel Indonesia.
AKHIR
BELANDA
Mantan Residen Belanda terakhir
Dr.Marinus Boon bersama 17 orang Belanda lainnya telah ditahan pada bulan Mei
1950, di masa transisi ketika Negara Indonesia Timur (NIT) memasuki tahap
menyatu dengan Republik Indonesia.
Sebutan dan gelar yang ada sejak
masa Belanda mulai digantikan bahasa Indonesia. Sebutan Residen kemudian
Komisaris Negara Bagian Utara yang memerintah Minahasa, Maluku Utara, Sulawesi
Utara yang terdiri Gorontalo dan Bolaang-Mongondow serta Sulawesi Tengah
ditambah Sangihe Talaud) yang telah dijabat D(irk) A(ugust) Th(eodorus) Gerungan
sejak bulan Februari 1950, berubah menjadi Kepala Tinggi Pemerintah. Otomatis
pula pemerintah daerah bekas Keresidenan Manado tunduk kepada Gubernur Sulawesi
di Makassar.
Gerungan sebagai Kepala Tinggi
Pemerintah merangkap Kepala Daerah Minahasa, telah tinggal di Tikala Manado.
Selain Gerungan Kepala Tinggi
Pemerintahan adalah H(enny) D(joesoef) Manoppo, Raja Bolaang-Mongondow dan
Kepala Pemerintah E(verhardus) H.B.Mogot, bekas Kepala Distrik Langowan,
berkedudukan di Manado.
Namun, belum semua urusan dipindahkan
ke Manado. Di bekas kantor Residen di Kakaskasen, masih ada kantor Gubernur
bagian Tata Usaha yang juga memiliki bagian sekretariat, dan bagian umum.
Perwakilan kantor Gubernur Sulawesi ini dipimpin H.D.Manoppo. Manoppo masih
tinggal di Kakaskasen, termasuk Ketua Tata Usaha Kantor A.Sigar. ***
———-
- Sumber foto: http://www.sejarah GPI dan Bode Talumewo.
- Sumber tulisan: Buku ‘’Riwayatmu Tomohon’’ 1986, buku ‘’Tomohon Kotaku’’ 2006, naskah ‘’Tomohon Dulu dan Kini’’, serta Telefoongids Menado-Amoerang 1949, 1950,1951.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.