Selasa, 09 Juli 2019

J.A.Scipio, Tokoh Pendidikan Teknik di Minahasa





Jan Arthur Scipio dan istri.





Tahun 1960 dan 1970-an merupakan era emas pendidikan teknik di Minahasa, bahkan Sulawesi Utara. Tomohon menjadi sentralnya, dan sosok J.A.Scipio berada di balik semuanya. Ribuan orang hasil tempaannya berkiprah di berbagai bidang pekerjaan, ketika Minahasa gencar membangun dan membutuhkan tenaga-tenaga teknisi yang trampil. Bahkan, sebaran alumninya berada di berbagai kota besar Indonesia. Tidak sedikit di antara lulusannya menjadi terkenal, termasuk duduk di pemerintahan.

Pendidikan teknik di Minahasa telah berawal dari pendirian Ambachtsschool (Sekolah Pertukangan) di Wasian Kakas oleh NZG (Nederlandsch Zendelinggenotschap). Tahun 1905 D.Ph.Notten diangkat menjadi direkturnya, dibantu guru W.Westerveld. Sekolah mana menjadi terkenal selama kepemimpinannya hingga tahun 1927.

Kejayaan sekolah di Wasian itu, menggugah Ds.A.Z.R.Wenas sebagai Ketua Sinode GMIM, untuk mendirikan sekolah sejenis di Tomohon.

Tahun 1947 bertempat di halaman Gereja Protestan Tomohon (kemudian bernama Sion di Paslaten Satu sekarang) dibuka Sekolah Pertukangan GMIM dengan dipimpin oleh Leopold Myendert E.Mathindas. Sekolah tersebut tanggal 9 September 1949 berganti nama menjadi Sekolah Teknik Pertama Kristen (STPK) bersubsidi, dengan lama pendidikan selama dua tahun.

Era baru pendidikan teknik dimulai tahun 1955, ketika J.A.Scipio diminta Wenas dan Yayasan Pendidikan Kristen Minahasa (MCSV) untuk memimpin sekolah tersebut.  Menurut Wenas, Minahasa membutuhkan ahli-ahli yang mampu untuk membangunnya semakin maju. Salah satu langkah untuk mencapainya adalah dengan pendidikan kejuruan yang bermutu.

Jan Arthur Scipio, demikian nama lengkapnya, kelahiran Banjarmasin (Kalimantan Selatan) 14 Agustus 1910, adalah lulusan sekolah teknik terkenal di Batavia (sekarang Jakarta). Ia memang keturunan orang teknik. Ayahnya yang berdarah campuran Italia dan Swiss menjadi salah seorang teknisi utama di bengkel lapangan terbang Andir Bandung (sekarang Husein Sastranegara). Ibunya sendiri asli orang Jawa.

Perubahan besar terjadi. Sekolah ditingkatkan menjadi Sekolah Teknik Kristen (STK) Bersubsidi 3 tahun. Bertambah kelas tiga. Fasilitas pendidikan yang semula menempati bekas Clubgebouw (eks Sekolah Nyong, Jongenschool) di sebelah gedung Gereja Sion, dipindah di Kaaten (Matani Satu), dengan menempati sebagian pekarangan bekas Louwerierschool (Sekolah Louwerier).

Sekolahnya masa itu menjadi terkenal di Minahasa, dengan murid yang datang dari berbagai pelosok, bahkan dari kawasan timur Indonesia. Desakan untuk menerima murid dari kalangan perempuan, sebab, sebelumnya tidak ada wanita bersekolah teknik, dijawab Scipio sebagai direktur dengan penerimaan pelajar wanita di tahun ajaran 1957. Hal yang ketika itu dianggap loncatan besar ke depan bagi kaum wanita Minahasa.

STK Tomohon mencatatkan namanya dalam sejarah pendidikan sebagai sekolah teknik pertama di kawasan Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah (Sulutteng) yang melakukannya.

Animo dan minat siswa yang besar akan ketrampilan dan teknologi mendorong Scipio mendirikan Sekolah Kerajinan pada bulan Oktober 1957 di Kaaten. Ia merangkap sebagai kepala sekolahnya.

Usai pergolakan daerah Permesta, pendidikan teknik di STK Tomohon dan Sekolah Kerajinan benar-benar mencapai masa keemasan, dengan tumbuh semakin besar minat orang tua murid dan para siswa untuk menjadi pelajarnya.

Tidak kalah hebatnya, adalah dari berbagai tempat di Minahasa (Minahasa masih satu, termasuk Bitung) muncul banyak permintaan dari para calon orang tua murid bahkan jemaat setempat untuk membuka sekolah sejenis di tempatnya. Bagi banyak orang tua, di masa susah demikian, mengirim anak untuk bersekolah di Tomohon, sangat memberatkan, karena harus mengasramakan. Di lain pihak, para pelajar dari negeri-negeri di seputaran Tomohon, umpama, dari Kakaskasen, Sarongsong atau Woloan, harus berjalan pulang-pergi setiap harinya.

MCSV (kemudian jadi Dinas Pendidikan Persekolahan GMIM) sebagai penyelenggara, menerima desakan orang tua murid dari Kakaskasen dan Jemaat Wilayah Kakaskasen. Bulan Agustus 1962 Sekolah Kerajinan dari Kaaten dipindahkan ke Kakaskasen (sekarang Kakaskasen Dua). Pimpinan sekolah di sini diserahkan Scipio karena kesibukan tugasnya kepada L.M.E.Mathindas yang pernah memimpin Sekolah Pertukangan.

Meneer Scipio, para murid biasa memanggilnya, menumpahkan perhatiannya untuk makin membesarkan STK di Kaaten. Tahun sebelumnya, 1961, bersama dinas dan Ds.Wenas, ia berhasil mendapatkan bantuan internasional untuk pengembangan dan mutu pendidikan STK Tomohon. Ford Foundation dari Amerika Serikat memberi bantuan mesin-mesin dan alat praktek.

‘’Sekolah kami terbilang sangat hebat di masa itu, justru ketika baru selesai Permesta,’’ tuturnya di rumahnya di Kamasi tahun 1988.


LIMA SEKOLAH
Tahun 1964 menjadi puncak karya dan pengabdian Scipio. Ia berhasil mengubah STK di Kaaten menjadi sekolah induk dengan membuka filial. Ini menjawab desakan pengadaan sekolah sejenis dari berbagai tempat di Minahasa.

Tanggal 1 Agustus 1964 Sekolah Teknik Kristen berubah nama menjadi Sekolah Teknik Kristen I bersubsidi sekolah induk.

Sekolah Teknik yang dibuka Scipio di Aertembaga Bitung dinamai Sekolah Teknik Kristen II. Sekolah Kerajinan di Kakaskasen berubah nama menjadi Sekolah Teknik Kristen III.

Ketiga sekolah sama-sama berstatus bersubsidi dalam pengasuhan Dinas Pendidikan dan Persekolahan GMIM. 

Kesibukannya jadi berlipat ganda. Selain memimpin langsung STK I induk di Tomohon, ia pun  mesti bolak-balik ke Bitung, karena bertindak pula sebagai Kepala STK II di Aertembaga. Di Bitung ini, ia dibantu E.Rambing selaku wakil kepala sekolah.

STK III di Kakaskasen tetap dipimpin L.M.E.Mathindas.

Tahun-tahun kemudian, pekerjaannya makin bertambah. Orang tua murid dan Jemaat GMIM di Tondano dan Airmadidi berkali meminta pembukaan sekolah teknik di tempatnya.

Dengan tekad besar, tanpa pamrih dan tidak kenal lelah. Semuanya, katanya ketika itu, demi majunya orang Minahasa, Scipio yang didukung dinas pengasuh berhasil mendirikan dua sekolah teknik baru di tempat tersebut. Sekolah pertama di Tondano bertempat di Tataaran bernama STK IV, dan satu lainnya di Tonsea Lama (masih Airmadidi) bernama STK V.

Scipio pun memimpin langsung kedua sekolah sebagai kepalanya. 

Di Tataaran, ia dibantu wakil kepala sekolah P.Karamoy, sementara di STK V ia dibantu wakil kepala sekolah C.Anes.

''Pokoknya, begitu sibuk, sehingga jarang bersama keluarga. Apalagi, setelah ada STM,'' kisah Nyora [1] Ina Palit, istrinya.
 
STM KRISTEN
Sekolah Teknik Kristen ternyata tidak mencukupi untuk tuntutan zaman. Demi lebih memantapkan pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan praktek siswa, semakin dirasakan oleh Scipio, perlu adanya sekolah lanjutan bagi lulusan STK.

Scipio menggagas pendiriannya. Tanggal 14 September 1965 bertempat di pekarangan STK Kaaten, dibuka Sekolah Teknologi Menengah (STM) Kristen, yang dipimpinnya selaku kepala sekolah.

Masa itu, ia memimpin bersamaan empat sekolah. Selain STM, tetap memegang STK I, STK II, STK IV dan STK V. 

Untuk sarana dan fasilitas alat belajar-mengajar sekolah baru ini, bersama pimpinan Sinode GMIM dan Dinas Pendidikan, Scipio mengupayakan donasi dari pihak luar.  Bantuan tersebut berhasil datang dari tanah leluhurnya Swiss. Badan gereja terkenal Swiss HEKS Basel memberikan bantuan hibah untuk pembangunan gedung serta pengadaan mesin dan alat-alat praktek.

HEKS Basel ikut mengirim utusannya Ir.Eduard E.Mahler sebagai tenaga ahli. Mahler kemudian dipercayakan menjadi wakil kepala sekolah mendampingi Scipio.

Scipio dan Mahler berhasil mengantar sekolah tersebut menjadi sekolah bergengsi, karena kualitas lulusannya.

Namun, STK yang dibentuknya mengalami berbagai perubahan kebijakan. Dua sekolah di Tataaran (STK IV) dan Tonsea Lama (STK V) paling awal ditutup, karena kekurangan biaya.

Tahun 1977 turun peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) yang mengatur sekolah-sekolah kejuruan. Tanggal 10 September 1977, STK III diintegrasikan menjadi SMP Kristen Kakaskasen. STK II Aertembaga diintegrasikan menjadi SMP Kristen Aertembaga. STK 1 Kaaten masih tetap bertahan hingga kemudian dihapus tahun 1986.

STM Kristen Tomohon tetap berkibar, sekarang bernama Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kristen I Tomohon.

Scipio sendiri pensiun sebagai Kepala STK Tomohon tahun 1971. Ia digantikan Albert M.Pandeirot (ayah Toar Pandeirot SPd, MM), kemudian Herling A.J.Wungow tahun 1982.

Terakhir, tanggal 14 Agustus 1979, ayah mantu Pdt.Tonny Daud Kaunang STh, MM ini menyerahterimakan jabatannya sebagai Kepala STM Kristen Tomohon kepada penggantinya Adolf Apeles Masengi BSc, salah satu murid andalnya dari Kinilow .

Tokoh pendidikan teknik di Minahasa ini meninggal di Kamasi Tomohon tanggal 11 September 1990. ***

--------


[1]. Panggilan hormat istri seorang guru.

  • Sumber foto: koleksi Esmeralda Lourency Scipio.
  • Sumber tulisan:  Buku ‘’Riwayatmu Tomohon’’ 1986,  buku ‘’Tomohon Kotaku’’ 2006, dan naskah ‘’Tomohon Dulu dan Kini.’’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.