Jan Arthur Scipio dan istri. |
Tahun 1960 dan 1970-an merupakan era emas pendidikan
teknik di Minahasa, bahkan Sulawesi Utara. Tomohon menjadi sentralnya, dan
sosok J.A.Scipio berada di balik semuanya. Ribuan orang hasil tempaannya
berkiprah di berbagai bidang pekerjaan, ketika Minahasa gencar membangun dan membutuhkan
tenaga-tenaga teknisi yang trampil. Bahkan, sebaran alumninya berada di
berbagai kota besar Indonesia. Tidak sedikit di antara lulusannya menjadi
terkenal, termasuk duduk di pemerintahan.
Pendidikan teknik di Minahasa telah berawal dari
pendirian Ambachtsschool (Sekolah
Pertukangan) di Wasian Kakas oleh NZG (Nederlandsch
Zendelinggenotschap). Tahun 1905 D.Ph.Notten diangkat menjadi direkturnya,
dibantu guru W.Westerveld. Sekolah mana menjadi terkenal selama kepemimpinannya
hingga tahun 1927.
Kejayaan sekolah di Wasian itu, menggugah Ds.A.Z.R.Wenas
sebagai Ketua Sinode GMIM, untuk mendirikan sekolah sejenis di Tomohon.
Tahun 1947 bertempat di halaman Gereja Protestan Tomohon
(kemudian bernama Sion di Paslaten Satu sekarang) dibuka Sekolah Pertukangan
GMIM dengan dipimpin oleh Leopold Myendert E.Mathindas. Sekolah tersebut
tanggal 9 September 1949 berganti nama menjadi Sekolah Teknik Pertama Kristen (STPK)
bersubsidi, dengan lama pendidikan selama dua tahun.
Era baru pendidikan teknik dimulai tahun 1955, ketika
J.A.Scipio diminta Wenas dan Yayasan Pendidikan Kristen Minahasa (MCSV) untuk
memimpin sekolah tersebut. Menurut
Wenas, Minahasa membutuhkan ahli-ahli yang mampu untuk membangunnya semakin
maju. Salah satu langkah untuk mencapainya adalah dengan pendidikan kejuruan
yang bermutu.
Jan Arthur Scipio, demikian nama lengkapnya, kelahiran
Banjarmasin (Kalimantan Selatan) 14 Agustus 1910, adalah lulusan sekolah teknik terkenal di Batavia (sekarang Jakarta). Ia memang keturunan orang teknik. Ayahnya yang berdarah
campuran Italia dan Swiss menjadi salah seorang teknisi utama di bengkel lapangan
terbang Andir Bandung (sekarang Husein Sastranegara). Ibunya sendiri asli orang
Jawa.
Perubahan besar terjadi. Sekolah ditingkatkan menjadi
Sekolah Teknik Kristen (STK) Bersubsidi 3 tahun. Bertambah kelas tiga.
Fasilitas pendidikan yang semula menempati bekas Clubgebouw (eks Sekolah Nyong,
Jongenschool) di sebelah gedung
Gereja Sion, dipindah di Kaaten (Matani Satu), dengan menempati sebagian
pekarangan bekas Louwerierschool (Sekolah
Louwerier).
Sekolahnya masa itu menjadi terkenal di Minahasa, dengan
murid yang datang dari berbagai pelosok, bahkan dari kawasan timur Indonesia.
Desakan untuk menerima murid dari kalangan perempuan, sebab, sebelumnya tidak
ada wanita bersekolah teknik, dijawab Scipio sebagai direktur dengan penerimaan
pelajar wanita di tahun ajaran 1957. Hal yang ketika itu dianggap loncatan
besar ke depan bagi kaum wanita Minahasa.
STK Tomohon mencatatkan namanya dalam sejarah pendidikan sebagai
sekolah teknik pertama di kawasan Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah
(Sulutteng) yang melakukannya.
Animo dan minat siswa yang besar akan ketrampilan dan teknologi mendorong Scipio mendirikan Sekolah Kerajinan pada bulan Oktober 1957 di Kaaten. Ia merangkap sebagai kepala sekolahnya.
Usai pergolakan daerah Permesta, pendidikan teknik di STK
Tomohon dan Sekolah Kerajinan benar-benar mencapai masa keemasan, dengan tumbuh
semakin besar minat orang tua murid dan para siswa untuk menjadi pelajarnya.
Tidak kalah hebatnya, adalah dari berbagai tempat di
Minahasa (Minahasa masih satu, termasuk Bitung) muncul banyak permintaan dari
para calon orang tua murid bahkan jemaat setempat untuk membuka sekolah sejenis
di tempatnya. Bagi banyak orang tua, di masa susah demikian, mengirim anak
untuk bersekolah di Tomohon, sangat memberatkan, karena harus mengasramakan. Di
lain pihak, para pelajar dari negeri-negeri di seputaran Tomohon, umpama, dari
Kakaskasen, Sarongsong atau Woloan, harus berjalan pulang-pergi setiap harinya.
MCSV (kemudian jadi Dinas Pendidikan Persekolahan GMIM)
sebagai penyelenggara, menerima desakan orang tua murid dari Kakaskasen dan
Jemaat Wilayah Kakaskasen. Bulan Agustus 1962 Sekolah Kerajinan dari Kaaten dipindahkan
ke Kakaskasen (sekarang Kakaskasen Dua). Pimpinan sekolah di sini diserahkan Scipio
karena kesibukan tugasnya kepada L.M.E.Mathindas yang pernah memimpin Sekolah
Pertukangan.
Meneer Scipio, para murid biasa memanggilnya, menumpahkan
perhatiannya untuk makin membesarkan STK di Kaaten. Tahun sebelumnya, 1961,
bersama dinas dan Ds.Wenas, ia berhasil mendapatkan bantuan internasional
untuk pengembangan dan mutu pendidikan STK Tomohon. Ford Foundation dari
Amerika Serikat memberi bantuan mesin-mesin dan alat praktek.
‘’Sekolah kami terbilang sangat hebat di masa itu, justru
ketika baru selesai Permesta,’’ tuturnya di rumahnya di Kamasi tahun 1988.
LIMA SEKOLAH
Tahun 1964 menjadi puncak
karya dan pengabdian Scipio. Ia berhasil mengubah STK di Kaaten menjadi
sekolah induk dengan membuka filial. Ini menjawab desakan pengadaan
sekolah sejenis dari berbagai tempat di Minahasa.Tanggal 1 Agustus 1964 Sekolah Teknik Kristen berubah nama menjadi Sekolah Teknik Kristen I bersubsidi sekolah induk.
Sekolah Teknik yang dibuka Scipio di Aertembaga Bitung dinamai Sekolah Teknik Kristen II. Sekolah Kerajinan di Kakaskasen berubah nama menjadi Sekolah Teknik Kristen III.
Ketiga sekolah sama-sama berstatus bersubsidi dalam pengasuhan Dinas Pendidikan dan Persekolahan GMIM.
Kesibukannya jadi berlipat ganda. Selain memimpin langsung STK I induk di Tomohon, ia pun mesti bolak-balik ke Bitung, karena bertindak pula sebagai Kepala STK II di Aertembaga. Di Bitung ini, ia dibantu E.Rambing selaku wakil kepala sekolah.
STK III di Kakaskasen tetap dipimpin L.M.E.Mathindas.
Tahun-tahun kemudian, pekerjaannya makin bertambah. Orang tua murid dan Jemaat GMIM di Tondano dan Airmadidi berkali meminta pembukaan sekolah teknik di tempatnya.
Dengan tekad besar, tanpa pamrih dan tidak kenal lelah. Semuanya, katanya ketika itu, demi majunya orang Minahasa, Scipio yang didukung dinas pengasuh berhasil mendirikan dua sekolah teknik baru di tempat tersebut. Sekolah pertama di Tondano bertempat di Tataaran bernama STK IV, dan satu lainnya di Tonsea Lama (masih Airmadidi) bernama STK V.
Scipio pun memimpin langsung kedua sekolah sebagai kepalanya.
Di Tataaran, ia dibantu wakil kepala sekolah P.Karamoy, sementara di STK V ia dibantu wakil kepala sekolah C.Anes.
''Pokoknya, begitu sibuk, sehingga jarang bersama keluarga. Apalagi, setelah ada STM,'' kisah Nyora [1] Ina Palit, istrinya.
STM KRISTEN
Sekolah
Teknik Kristen ternyata tidak mencukupi untuk tuntutan zaman. Demi lebih
memantapkan pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan praktek siswa, semakin
dirasakan oleh Scipio, perlu adanya sekolah lanjutan bagi lulusan STK.
Scipio
menggagas pendiriannya. Tanggal 14 September 1965 bertempat di pekarangan STK
Kaaten, dibuka Sekolah Teknologi Menengah (STM) Kristen, yang dipimpinnya
selaku kepala sekolah.
Masa
itu, ia memimpin bersamaan empat sekolah. Selain STM, tetap memegang STK I, STK
II, STK IV dan STK V.
Untuk
sarana dan fasilitas alat belajar-mengajar sekolah baru ini, bersama pimpinan
Sinode GMIM dan Dinas Pendidikan, Scipio mengupayakan donasi dari pihak
luar. Bantuan tersebut berhasil datang
dari tanah leluhurnya Swiss. Badan gereja terkenal Swiss HEKS Basel memberikan
bantuan hibah untuk pembangunan gedung serta pengadaan mesin dan alat-alat
praktek.
HEKS
Basel ikut mengirim utusannya Ir.Eduard E.Mahler sebagai tenaga ahli. Mahler
kemudian dipercayakan menjadi wakil kepala sekolah mendampingi Scipio.
Scipio
dan Mahler berhasil mengantar sekolah tersebut menjadi sekolah bergengsi,
karena kualitas lulusannya.
Namun, STK
yang dibentuknya mengalami berbagai perubahan kebijakan. Dua sekolah di
Tataaran (STK IV) dan Tonsea Lama (STK V) paling awal ditutup, karena
kekurangan biaya.
Tahun
1977 turun peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) yang mengatur
sekolah-sekolah kejuruan. Tanggal 10 September 1977, STK III diintegrasikan menjadi
SMP Kristen Kakaskasen. STK II Aertembaga diintegrasikan menjadi SMP Kristen
Aertembaga. STK 1 Kaaten masih tetap bertahan hingga kemudian dihapus tahun 1986.
STM
Kristen Tomohon tetap berkibar, sekarang bernama Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) Kristen I Tomohon.
Scipio
sendiri pensiun sebagai Kepala STK Tomohon tahun 1971. Ia digantikan Albert
M.Pandeirot (ayah Toar Pandeirot SPd, MM), kemudian Herling A.J.Wungow tahun
1982.
Terakhir,
tanggal 14 Agustus 1979, ayah mantu Pdt.Tonny Daud Kaunang STh, MM ini
menyerahterimakan jabatannya sebagai Kepala STM Kristen Tomohon kepada
penggantinya Adolf Apeles Masengi BSc, salah satu murid andalnya dari Kinilow .
Tokoh
pendidikan teknik di Minahasa ini meninggal di Kamasi Tomohon tanggal 11
September 1990. ***
--------
[1]. Panggilan hormat istri seorang guru.
- Sumber foto: koleksi Esmeralda Lourency Scipio.
- Sumber tulisan: Buku ‘’Riwayatmu Tomohon’’ 1986, buku ‘’Tomohon Kotaku’’ 2006, dan naskah ‘’Tomohon Dulu dan Kini.’’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.