Kamis, 22 Agustus 2019

Kakek Babe Palar, Diaken Kamasi





Babe Palar tahun 1933.





Lelaki ini hanya sekedar diaken biasa atau sekarang disebut syamas, dari satu kampung kecil atau wijk di negeri besar Tomohon. Ketika itu, tahun 1906 Kamasi baru berpenduduk sedikit, dan bergereja di gedung Gereja Protestan Tomohon di Paslaten yang hanya berhadap-hadapan dipisah ruas jalan raya ke Manado (sekarang gereja Sion). Namun, ketika dia meninggal, pelayatnya bukan hanya dari Kamasi, tapi hampir dari seluruh Tomohon, bahkan dari luar.

Lodewijk Palar, syamas ini, meski hanya orang biasa, tapi sangat terkenal. Ia menjadi pelayan khusus jemaat dan gereja Tomohon yang disegani. Sahabat baik Pendeta Tomohon Jan Louwerier, juga sahabat para Zendeling NZG di Tomohon, seperti J.H.Hiebink Rooker, Direktur Kweekschool (Sekolah Guru) NZG di Kuranga, serta keluarga A.Limburg, Direktur Meisjesschool (Sekolah Nona) Tomohon.

Anak-anaknya sukses dalam pendidikan dan pekerjaan. Kendati mata pencaharian utamanya hanya sekedar berdagang kopi. Membeli dari para petani lalu menjualnya di Manado. 

Dua putranya menjadi guru sekolah pemerintah Hindia-Belanda. Salah satu darinya, yang tertua, memberinya cucu, seorang lelaki yang kemudian akan mengharumkan Minahasa dan Indonesia, yakni Lambertus Nicodemus Palar atau terkenal sebagai Babe Palar.

‘’Dengan dia, saya dapat mengatakan orang Kristen terbaik yang meninggalkan gereja ini. Dia adalah seorang lelaki yang kepadanya saya merasakan simpati khusus selama bertahun-tahun saya tinggal dan bekerja di sini,’’ tulis Pendeta Jan Louwerier.

Ketika Louwerier mengenalnya pertama kali di tahun 1868, Lodewijk Palar masih bekerja di Gudang Kopi pemerintah (Gouvernementskoffiepakhuis) di Paslaten (yang tahun 1906 telah dipakai sebagai Sekolah Gubernemen Nomor 1). Atasannya, kepala gudang kopi adalah J.J.Tokaija.

Lodewijk Palar, sangat tradisional, seorang pria yang rapi, menurut Louwerier memiliki sesuatu yang mulia tentangnya, tetapi pada saat yang sama pria yang sangat sederhana. Untuk waktu yang singkat ia membiarkan dirinya tergoda, mungkin atas dorongan anak-anaknya, untuk mengenakan jaket.

‘’Tapi, segera disingkirkan. Dan, kabaya kuno dikenakan lagi. Itu selalu tampak dicuci bersih, dan kaku, diselipkan dengan rapi dalam lipatan. Jauh lebih bagus daripada banyak orang yang sekarang memakai mantel dan menghiasi diri dengan kerah tinggi,’’ tulis Louwerier tahun 1907.

Lodewijk Palar menjadi pelayan gereja sejak masa Pendeta Nicolaas Philip Wilken yang meninggal tahun 1878. Bahkan, sebelum jabatan penatua dan syamas ditunjuk di Tomohon.

Ketika Wilken melantik Majelis Jemaat (kerkeraad) Tomohon tahun 1874 dan Jemaat Kampung (wijkgemeenten) dari Kamasi, Talete, Paslaten, Kolongan dan Matani setahun kemudian, Lodewijk Palar dipilih sebagai syamas dari Kamasi. Jabatan yang dipegang sampai kematiannya.

Saat ada lowongan dalam posisi penatua, anggota jemaat ingin menunjuknya, tetapi ia berterima kasih, bahwa melayani Tuhan lebih baik sebagai diaken daripada sebagai penatua.

‘’Dan, dia telah melayani Tuhan. Dia adalah jiwa dari pertemuan tengah hari di Kamasi. Dengan sangat setia saya melihatnya setiap Minggu sore, ketika saya pergi ke gereja anak-anak, ia melangkah ke sana. Kata-katanya dihargai. Seorang pria yang beriman dan cinta bersaksi dan melalui siapa Tuhan berbicara.’’

Menurut Louwerier, Lodewijk Palar adalah anggota yang sangat baik dalam berbagai pertemuan majelis gereja. Kalau berbicara sangat padu dalam roh Kristus. Jika ada masalah yang harus diselesaikan, jika ada perselisihan keluarga, dan yang berselisih tidak mau mendengarkan nasihat majelis di kampung, maka sepasang majelis dari kampung lain, selain seorang guru, Lodewijk yang selalu dipilih, karena dia adalah orang yang sangat berpengaruh, terkenal dan dihargai di seluruh jemaat.

Lodewijk Palar sepenuhnya percaya diri. Dalam beberapa tahun terakhir ia membeli kopi untuk para pedagang di Manado. Tapi, ia tidak mendapat uang di muka, sehingga di saat-saat ada banyak kopi, ia kebingungan. Lalu, ia selalu meminta bantuan Pendeta Louwerier.

‘’Dan, apa yang tidak akan saya lakukan dengan orang Minahasa, saya lakukan untuknya. Tanpa bukti tertulis, ia kadang-kadang menerima 200 gulden, dan segera setelah ia menjual kopinya di Manado, uang itu kembali ke tangan saya.’’

KELUARGA TELADAN
Louwerier memujinya sebagai pria keluarga, sehingga keluarganya adalah teladan bagi orang lain. Semua anak-anaknya menerima pendidikan yang baik, serta dituntun kepada Tuhan sejak kecil. Semua anak-anaknya tergantung pada orang tua, menghormati dan menunjukkan cintanya.

Tapi, duri kehidupan juga tinggal bersamanya. Belum lama Louwerier tinggal di Tomohon, ketika Sara, seorang gadis di puncak kehidupan, diambil darinya. Lodewijk dan istrinya Ketsia sangat terpukul, namun, dengan penghiburan dan nasihat Louwerier, keduanya menjadi sangat tabah.

Kemudian, kehilangan sangat berat terjadi ketika putra bungsuanya Jusa(k) meninggal setelah lama menderita di Manado tanggal 25 Mei 1906 dalam usia 31 tahun. Anaknya itu meninggalkan seorang janda dengan tiga anak, sambil menunggu anak keempat.

Menurut Louwerier, Jusa adalah di antara beberapa orang Minahasa yang unggul. Dia sangat berbakat, bekerja sebagai guru bantu di Burgerschool (Sekolah Rakyat) Manado. Jusa menggambar dengan baik, memainkan biola dengan baik, berbicara bahasa Belanda dengan sangat baik.

Bakat dan permainannya yang bagus dilihat banyak orang. Peta Minahasa dan Keresidenan Manado, dibuat olehnya. Ia pun dipanggil untuk bermain di perusahaan orang Eropa di Manado dan melakukan pertunjukan di masyarakat.

Louwerier telah mengenal dan terbiasa dengannya ketika masih anak kecil, sehingga ketika ia melakukan kesalahan, Louwerier menjadi tumpuan pengakuan dosanya.

Setelah menderita sakit yang lama, Jusa meninggal dan dikuburkan di Manado.

Ketika Louwerier mengunjungi keluarga Lodewijk setelah kembali ke Tomohon, Jemima, anak perempuan tertua menangis karena Jusa adalah kesayangan dan kesombongan semua.

Louwerier berhasil menghibur Lodewijk dan istrinya Ketsia yang menjadi tabah.

Namun, menurut Louwerier, Lodewijk hancur oleh kehilangan Jusa. Ia masih bekerja dengan semangat dan kesetiaan yang sama baik dalam kerja harian atau di jemaat. Tetapi ia berjalan lebih membungkuk. Ia pun masih menghadiri kelas-kelas gereja dan kegiatan malam dengan setia, datang ke rumah Louwerier dan setelah waktu gereja berbicara dengan riang.

‘’Tetapi, menjadi jelas bahwa Lodewijk telah dihancurkan,’’katanya.

Lodewijk akhirnya terbaring di ranjang. Demam menghancurkan kekuatannya. Anak-anaknya melakukan segalanya dengan kekuatan mereka. Ia tidak kekurangan apa pun.

Louwerier pun secara teratur mengunjunginya tiga kali sehari selama beberapa minggu. Mereka berdoa bersama berkali-kali. Tapi, kekuatannya berkurang. Pada pagi hari kematiannya, Louwerier berlutut bersama istri dan anak-anaknya sebelum kematian itu untuk mempersembahkan jiwanya kepada Tuhan, untuk meminta pertempuran terakhir tidak terlalu sulit.

Lodewijk nyaris tidak berbicara, tapi jabat tangannya adalah ucapan terima kasih. Ketika pelajaran pagi berakhir, Louwerier menjenguknya sebentar. Dia sekarat. Setengah jam kemudian cucunya datang kepada Louwerier sambil menangis. Kata cucunya,’’Kakek tertidur.’’

Itu tanggal 24 September 1906.

Keesokannya, Lodewijk dimakamkan (di Kamasi). Seluruh Kampung, dapat dikatakan setengah Tomohon berkumpul untuk memberikan penghormatan terakhir kepadanya. Louwerier memimpin langsung ibadah penguburannya. Pelayat yang tinggal di luar Tomohon yang mengenal Lodewijk berkata kepadanya ‘’Betapa ruginya Anda dan gereja.’’

Louwerier menerima surat ucapan terima kasih yang dalam dari Gerrit, satu-satunya putra Lodewijk yang tersisa. Gerrit Johannis (ayah Babe Palar) adalah kepala sekolah pemerintah (Gouvernementschool) di Rurukan. 

Beberapa hari kemudian, Ketsia jandanya dengan putri sulungnya Jemima datang untuk mengucapkan terima kasih atas semua cinta dan perhatiannya dan mendermakan satu rijksdaalder sebagai pengorbanan syukur untuk kegiatan penginjilan. ***

-----


·                         Foto dari Delpher Kranten.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.