Senin, 12 Agustus 2019

Tamu-tamu Linow



Danau Linow tahun 1894.




Danau Linow di Kelurahan Lahendong adalah destinasi wisata andal dari Kota Tomohon. Danau seluas 1 Km2 (data lain 35 hektar), dengan titik terpanjang 860 meter dan terlebar diperkirakan 565 meter ini, adalah bekas sebuah kepundan gunung berapi yang telah meletus ribuan tahun silam.

Buktinya pula adalah kawah-kawah di kelilingnya, dengan luas keseluruhan di Lahendong 20 hektar. Belum yang berada di kepolisian Kelurahan Tondangow di dekatnya. Untung, tenaga panas buminya dengan radius mencapai hingga Kasuratan dan Tampusu telah dimanfaatkan untuk sistem pembangkit tenaga listrik.

Danau Linow mempesona karena memiliki keunikan khas yang tiada duanya. Warna airnya yang serba aneka karena aksi vulkanik. Ada tiga warna, yakni putih, biru dan kemerahan (lazuardi), seperti pendapat ahli. Namun, penduduk di Lahendong dan Tondangow, mempercayai warna airnya mencapai sampai 12 jenis.

Kemudian yang hanya ada di danau ini pula adalah jenis ikan air tawar yang tidak akan dijumpai di danau lain. Ikan komo dan sayok. Komo dulu dipanen penduduk Lahendong dan Tondangow empat kali dalam setahun. Sangat enak digoreng perkedel atau di woku. Ikan khas ini nanti bermetamorfosa menjadi capung. Sayok sendiri terdiri dua rupa, sayok potot (karena pendek) dan sayok lambot (panjang).

Selain dua jenis ikan ini, ada pula ikan-ikan khas lumolintik, sombor dan limunes yang sampai tahun 1980-an masih biasa dijala penduduk Tondangow.

Danau Linow pun menjadi habitat dari itik danau, burung belibis dan bangau putih. Pemandangan yang diamati dan dilihat oleh Dr.W.R Baron van Hoevell di tahun 1855.

Selain itu, ada ikan kabos (gabus), yang asal muasalnya di danau dikaitkan dengan legenda danaunya. Konon, danau tersebut mendapatkan namanya dari wanita cantik bernama Makalinow atau disebut pula Kalinowan, istri dari Dotu Telew, yang dalam cerita-cerita rakyat setempat dianggap penguasa Danau Linow.

Makalinow telah hilang di danau, dan menjelma menjadi ikan kabos yang apabila menampakkan diri, konon, dengan panjang dari ujung ke ujung danau. Usai penampakannya, akan muncul hama tikus, kemudian penduduk akan mendapat panen kabos berlimpah.

Hilangnya Makalinow di danau dikaitkan pula dengan ulah Dotu Telew yang suka menimbulkan angin puting-beliung, sehingga menakutkan Makalinow, menyesatkannya dan kemudian tenggelam.

Memang, danau yang uniknya memiliki suhu air normal ini, kadang-kadang memunculkan angin memusing. Dan, itu dikisah karena sang Telew lagi marah besar. 

Zendeling Nicolaas Graafland memberi versi lain, bahwa nama Danau Linow berasal dari kata leno yang berarti jernih atau terang, sesuai dengan kondisinya.

TEMPO DULU
Sampai sekarang Lahendong dengan Danau Linow serta kawah-kawah belerengnya telah menarik banyak pengunjung. Bekas Kaisar Jepang Akihito ketika masih sebagai putera mahkota pernah berkunjung di sini.

Ketika itu, Pemerintah Kabupaten Minahasa, saat Tomohon masih salah satu kecamatannya, sempat berencana membangun resor mandi uap panas yang ditujukan khusus untuk wisatawan Jepang. Tapi, tidak pernah terwujud.

Namun, bukan baru sekarang pesona danau kawah belerang ini menarik pendatang.

Dimulai oleh Graaf Carlo Vidua de Conzano 16 Agustus 1830 yang berujung kematiannya. Hampir semua penulis atau peneliti, bahkan pejabat Belanda termasuk dari bangsa Eropa lain yang datang berkunjung di Manado, selalu menyempatkan diri mendatangi danau unik dan kawahnya.

               BACA: Graaf Carlo Vidua, Korban Kawah Linow.
                            Mengenal Sejarah Lahendong.

Penulis A.F.van Spreuweenberg mengunjunginya awal Agustus 1842. Ia mencatat enam spesies ikan di danau. Kabos, getegete, sayok, lumulontik, komo dan belut. Juga bebek dan burung air lainnya. 

Datang pula Inspektur NZG Ds.L.J.van Rhijn bulan April 1847. Ds.Dr.Steven Adriaan Buddingh awal Juni 1854 dan penulis serta anggota parlemen Belanda Dr.Wolter Robert Baron van Hoevell tahun 1855.

Penulis dan wartawan Inggris William Henry Davenport Adams datang tahun 1879. Tak kalah terkenal naturalis Sarasin bersaudara (Paul dan Fritz) dari Swiss mendokumentasikannya tahun 1894.

Kebanyakan penulis ini bukan sekedar berkunjung biasa. Mereka meninggalkan catatan di saat mendatanginya.

Dari kalangan pejabat Belanda tempo dulu tidak terhitung lagi. Tercatat ada dua orang Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, penguasa tertinggi Belanda di Indonesia, pernah berkunjung. Pertama kali adalah Mr.A.J.Duijmaer van Twist tanggal 16 September 1855. Kemudian Charles Ferdinand Pahud pada 12 Januari 1861.

Tamu terkenal lain adalah Putera Mahkota Belgia bersama istrinya. Tanggal 15 Februari 1929, Pangeran Leopold dengan istrinya Putri Rethy (Putri Astrid dari Swedia) mengunjungi mata air belerang di dekatnya.

Di sini, Pangeran Leopold telah membeli sejumlah kupu-kupu dan serangga seharga 120 gulden Belanda untuk koleksi Museum di Brussel.

Pangeran Leopold telah naik tahta Belgia, dengan nama Raja Leopold III. Dua putra mereka kemudian menggantikan. Raja Baudoin dan Raja Albert II. ***


-----------

·         foto: Sarasin Bersaudara, koleksi Sammlungen der Staatsbibliothek zu Berlin.
·         Sumber tulisan: Buku ‘’Riwayatmu Tomohon’’ 1986, buku ‘’Tomohon Kotaku’’ 2006, naskah ‘Tomohon Dulu dan Kini’’; dan Delpher Kranten.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.