Danau Linow tahun 1894. |
Danau Linow di Kelurahan Lahendong adalah destinasi
wisata andal dari Kota Tomohon. Danau seluas 1 Km2 (data lain 35 hektar),
dengan titik terpanjang 860 meter dan terlebar diperkirakan 565 meter ini, adalah
bekas sebuah kepundan gunung berapi yang telah meletus ribuan tahun silam.
Buktinya pula adalah kawah-kawah di
kelilingnya, dengan luas keseluruhan di Lahendong 20 hektar. Belum yang berada
di kepolisian Kelurahan Tondangow di dekatnya. Untung, tenaga panas buminya dengan
radius mencapai hingga Kasuratan dan Tampusu telah dimanfaatkan untuk sistem
pembangkit tenaga listrik.
Danau Linow mempesona karena memiliki
keunikan khas yang tiada duanya. Warna airnya yang serba aneka karena aksi vulkanik. Ada tiga warna, yakni putih, biru dan kemerahan
(lazuardi), seperti pendapat ahli. Namun, penduduk di Lahendong dan Tondangow, mempercayai warna
airnya mencapai sampai 12 jenis.
Kemudian yang hanya ada di danau ini pula adalah jenis ikan air tawar yang tidak akan dijumpai di danau lain. Ikan komo
dan sayok. Komo dulu dipanen
penduduk Lahendong dan Tondangow empat kali dalam setahun. Sangat enak digoreng
perkedel atau di woku. Ikan khas ini nanti
bermetamorfosa menjadi capung. Sayok sendiri terdiri dua rupa, sayok potot (karena pendek) dan sayok lambot (panjang).
Selain dua jenis ikan ini, ada pula ikan-ikan khas lumolintik, sombor dan limunes yang
sampai tahun 1980-an masih biasa dijala penduduk Tondangow.
Danau Linow pun menjadi habitat dari itik
danau, burung belibis dan bangau putih. Pemandangan yang diamati dan dilihat oleh
Dr.W.R Baron van Hoevell di tahun 1855.
Selain itu, ada ikan kabos (gabus), yang asal muasalnya di danau dikaitkan dengan
legenda danaunya. Konon, danau tersebut mendapatkan namanya dari wanita cantik
bernama Makalinow atau disebut pula Kalinowan, istri dari Dotu Telew, yang
dalam cerita-cerita rakyat setempat dianggap penguasa Danau Linow.
Makalinow telah hilang di danau, dan menjelma
menjadi ikan kabos yang apabila menampakkan diri, konon, dengan panjang dari
ujung ke ujung danau. Usai penampakannya, akan muncul hama tikus, kemudian penduduk
akan mendapat panen kabos berlimpah.
Hilangnya Makalinow di danau dikaitkan pula
dengan ulah Dotu Telew yang suka menimbulkan angin puting-beliung, sehingga
menakutkan Makalinow, menyesatkannya dan kemudian tenggelam.
Memang, danau yang uniknya memiliki suhu air
normal ini, kadang-kadang memunculkan angin memusing. Dan, itu dikisah karena
sang Telew lagi marah besar.
Zendeling Nicolaas Graafland memberi versi
lain, bahwa nama Danau Linow berasal dari kata leno yang berarti jernih atau
terang, sesuai dengan kondisinya.
TEMPO DULU
Sampai sekarang Lahendong dengan Danau Linow
serta kawah-kawah belerengnya telah menarik banyak pengunjung. Bekas Kaisar
Jepang Akihito ketika masih sebagai putera mahkota pernah berkunjung di sini.
Ketika itu, Pemerintah Kabupaten Minahasa, saat
Tomohon masih salah satu kecamatannya, sempat berencana membangun resor mandi
uap panas yang ditujukan khusus untuk wisatawan Jepang. Tapi, tidak pernah
terwujud.
Namun, bukan baru sekarang pesona danau
kawah belerang ini menarik pendatang.
Dimulai oleh Graaf Carlo Vidua de Conzano 16
Agustus 1830 yang berujung kematiannya. Hampir semua penulis atau peneliti,
bahkan pejabat Belanda termasuk dari bangsa Eropa lain yang datang berkunjung
di Manado, selalu menyempatkan diri mendatangi danau unik dan kawahnya.
Penulis A.F.van Spreuweenberg mengunjunginya
awal Agustus 1842. Ia mencatat enam spesies ikan di danau. Kabos, getegete, sayok, lumulontik, komo dan belut. Juga bebek dan burung air lainnya.
Datang pula Inspektur NZG Ds.L.J.van Rhijn bulan April 1847. Ds.Dr.Steven Adriaan Buddingh awal Juni 1854 dan penulis serta anggota parlemen Belanda Dr.Wolter Robert Baron van Hoevell tahun 1855.
Datang pula Inspektur NZG Ds.L.J.van Rhijn bulan April 1847. Ds.Dr.Steven Adriaan Buddingh awal Juni 1854 dan penulis serta anggota parlemen Belanda Dr.Wolter Robert Baron van Hoevell tahun 1855.
Penulis dan wartawan Inggris William Henry Davenport
Adams datang tahun 1879. Tak kalah terkenal naturalis Sarasin bersaudara (Paul dan Fritz) dari Swiss mendokumentasikannya tahun 1894.
Kebanyakan penulis ini bukan sekedar berkunjung
biasa. Mereka meninggalkan catatan di saat mendatanginya.
Dari kalangan pejabat Belanda tempo dulu
tidak terhitung lagi. Tercatat ada dua orang Gubernur Jenderal Hindia-Belanda,
penguasa tertinggi Belanda di Indonesia, pernah berkunjung. Pertama kali adalah
Mr.A.J.Duijmaer van Twist tanggal 16 September 1855. Kemudian Charles Ferdinand
Pahud pada 12 Januari 1861.
Tamu terkenal lain adalah Putera Mahkota
Belgia bersama istrinya. Tanggal 15 Februari 1929, Pangeran Leopold dengan
istrinya Putri Rethy (Putri Astrid dari Swedia) mengunjungi mata air belerang
di dekatnya.
Di sini, Pangeran Leopold telah membeli
sejumlah kupu-kupu dan serangga seharga 120 gulden Belanda untuk koleksi Museum
di Brussel.
Pangeran Leopold telah naik tahta Belgia,
dengan nama Raja Leopold III. Dua putra mereka kemudian menggantikan. Raja
Baudoin dan Raja Albert II. ***
-----------
·
foto:
Sarasin Bersaudara, koleksi Sammlungen der Staatsbibliothek zu Berlin.
·
Sumber
tulisan: Buku ‘’Riwayatmu Tomohon’’ 1986, buku ‘’Tomohon Kotaku’’ 2006, naskah
‘Tomohon Dulu dan Kini’’; dan Delpher Kranten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.